Kata "sempat" dan "sempit" hanya dibedakan oleh satu huruf "a" dan huruf "i", tetapi bukan berarti kedua kata itu mempunyai arti yang berdekatan. Kalau pun mau di cocok-cocokan, dua kata itu mempunyai nuansa situasi yang mirip, yaitu situasi keterbatasan. Tengoklah dua pernyataan ini (1) "Waduh, saya nggak sempat makan siang!" ; atau (2) "Ruangan ini saya rasa terlalu sempit ya?!" Dua kalimat itu menunjukkan sebuah kondisi keterbatasan dimana dalam contoh pertama menunjukkan keterbatasan waktu, dan yang kedua menunjukkan keterbatasan tempat.
Kata "sempat" dan "sempit" menjadi kata yang semakin akrab di kalangan manusia moderen. Tidak sempat, menunggu kesempatan, waktu saya sempit, ukuran kamar terlalu sempit, bahkan uangkapan 'mengambil kesempatan dalam kesempitan' menjadi lebih sering kita dengar. Manusia moderen menjadi sangat sibuk, sehingga kesempatan baik menjadi barang langka, di pihak lain ruang gerak mereka jauh menjadi lebih sempit. Kutipan yang saya ambil dari buku The Rythm of Life di atas menggelitik kesadaran kita, bahwa dalam banyak hal kita menjadi terlalu sibuk dengan segala sesuatu, padahal semuanya itu nothing! Kita bilang tidak sempat makan, padahal karena memang kita terlalu rebyek menggunakan banyak waktu justru untuk memasak dan menyiapkannya, atau terlalu sibuk memilih restoran dan dengan siapa kita mau makan. Kita tidak sempat berolah raga, bukan karena tidak ada waktu, tetapi urusan mendaftarkan diri ke Fitness Centre atau klub olah raga telah menyita banyak waktu kita. Betapa kita ini memang sibuk dengan sedala sesuatu yang sebenarnya justru sekedar akseoris perilaku dan gaya hidup!
Hari ini, cobalah Anda untuk memfokuskan diri terhadap apa yang akan menjadi maksud dan tujuan kita sebenarnya, dan tidak menggunakan banyak waktu Anda justru hanya untuk melakukan hal-hal yang sebenarnya bukan kegiatan utama.
Selamat pagi, selamat bekerja g