KalauAnda melewati rumah-rumah besar di bilangan Pondok Indah, Jakarta Selatan, Anda akan menjumpai rumah-rumah besar yang sehari-hari daun jendela maupun pintunya tertutup rapat. Seperti anak semata wayang saya, Anda pun pasti bertanya-tanya, "Kenapa sih selalu tertutup rapat-rapat?". Jawabannya ada berbagai macam kemungkinan: bisa karena si empunya rumah jarang berada di rumah, atau sengaja ditutup karena ruangan ber-AC, atau barangkali ditutup untuk mencegah debu masuk.
Seandainya saya adalah engsel daun jendela dan pintu-pintu rumah di Pondok Indah itu, maka saya akan sangat sedih karena nyaris saya tidak pernah berfungsi. Bukankah engsel hanya akan berguna kalau daun pintu dan jendela itu dibuka-tutup? Dengan dibiarkannya jendela dan pintu itu tertutup, maka saya akan menjadi pengangguran! Padahal, sewaktu pemilik membangun rumah itu, pastilah engsel pintu dan jendelanya sengaja dipilih yang terbaik dan mahal tentu saja. Saya barangkali akan "cemburu" dengan engsel-engsel di rumah orang "biasa" karena akan lebih sering dibuka dan ditutup. Orang "biasa" tidak pakai AC dan tidak takut debu, sehingga mereka biasa membuka menutup jendela dan pintu.
Dalam banyak hal, kita mungkin "bernasib" sama seperti engsel jendela dan pintu orang kaya di Pondok Indah itu. Kita kadang terpaksa tidak bisa berfungsi sebagaimana seharusnya kita. Entah itu di pekerjaan atau di lingkungan sosial lainnya. Capacity kita tidak termanfaatkan maksimal karena keadaan yang diciptakan oleh "orang kaya" dengan "menutup" jendela dan pintu-nya rapat-rapat.
Tetapi yang membedakan kita dengan engsel-engsel itu adalah bahwa engsel akan tetap dengan keadaannya, sedangkan kita diberi kemampuan untuk memilih. Memillih untuk melakukan sesuatu atau diam. Karena diam pun merupakan sebuah pilihan. Gunakan "hak pilih" kita, kalau tidak ingin nganggur seperti sebuah "engsel jendela" rumah "orang kaya".Selamat pagi dan selamat bekerja n
© 2006, Setya Rahadi
http://www.lightbreakfast.com
http://www.lightbreakfast.blogspot.com