Google Groups Untuk berlangganan 'lightbreakfast', silahkan masukkan alamat email Anda dan klik tombol 'Berlangganan' sekarang!
Email:
Browse Archives at groups.google.com

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Takut

"Jangan takut untuk merasa takut. Perasaan takut kita justru bisa menjadi sahabat kita yang baik."

Suatu ketika, dalam sebuah acara kantor, kami mengundang Aa Gym. Sambil menunggu giliran beliau berbicara, kami bersantap malam bersama. Sudah bisa diduga, komunikasi jadi tidak imbang. Kami banyak "menginterogasi" beliau, dan beliau menjawab satu per satu pertanyaan kami dengan sabar dan penuh semangat. Pertanyaan kami beragam, mulai dari soal bagaimana mengelola jadwalnya yang padat sampai dengan bagaimana memelihara stamina tubuh.

Salah satu pertanyaan yang kami ajukan adalah, bagaimana Aa menggali ide bahan ceramah, menghayatinya, serta menyampaikannya dengan logika yang sangat baik tetapi tetap dengan bahasa yang sederhana. Salah satu trik, menurutnya adalah dengan mengalaminya sendiri. "Kalau saya mau bicara soal perasaaan takut, misalnya, maka saya harus tahu bagaimana sih rasanya takut itu ..." katanya. "Pada saat ceramah, gagasan akan mengalir begitu saja." demikian kira-kira penjelasan Aa.

Semua orang, berapa pun usianya, pasti memiliki rasa takut. Bahkan orang yang mengaku pemberani pun pasti mempunyai perasaan takut ini. Tetapi celakanya memang ada semacam "nota kesepahaman" manusia di dunia ini bahwa manusia penakut akan dianggap rendah dibandingkan dengan mereka yang disebut pemberani. Bukankah para pemberani di acara TV Fear Factor, bisa mendapatkan (baca: dihargai) 1 juta dollar untuk aksi-aksi berani mereka? Tetapi, sekali lagi jangan pernah merasa aneh jika Anda mempunyai perasaan takut.

Perasaan takut adalah manusiawi, dan justru perasaan takut kita bisa menjadi sahabat yang paling baik. Ia akan memberikan alert, memberikan peringatan akan satu hal dan kemudian mengarahkan kepada tindakan-tindakan apa yang harus kita tempuh. Dan semua itu berlangsung sedemikian cepat sehingga kita bahkan tidak menyadari bahwa kita justru sedang "dibimbing" oleh perasaan takut kita. Seorang rekan wanita merasa takut untuk menyetir kendaraan melewati perempatan Cempaka Putih karena banyak kasus perampasan terjadi di sana. Perasaan takutnya ini secara tidak disadari selalu mengarahkan dirinya mencari jalur alternatif yang lebih aman. Seorang eksekutif sangat takut gagal. Dan itu membuatnya ia sangat "alert" dengan faktor-faktor penyebab kegagalan, sehingga dalam proses pengambilan keputusan, sejauh mungkin ia menghindarkan diri untuk kompromi dengan faktor-faktor yang bisa menyebabkan kegagalan. Sebaliknya ia mengarahkan dirinya kepada aspek lain yang lebih mengarah kepada keberhasilan.

Jadi jangan takut untuk merasa takut. Yang Anda perlu takutkan adalah apabila Anda mulai ketakutan, karena ketakutan berbeda dengan perasaan takut. Secara psikis, seseorang dalam keadaan ketakutan dikategorikan tidak sehat, sedangkan sekedar merasa takut adalah wajar. Aa Gym justru menciptakan rasa takut untuk merasakan dan menghayati rasa takut itu, tetapi tidak menjadi ketakutan. Jadi sesungguhnya rasa takut kita adalah sahabat terbaik yang kita miliki.

Selamat pagi dan selamat bekerja g

Penting

"Sesuatu yang penting menjadi tidak penting bila berubah menjadi kepentingan."

Seorang teman senewen ketika dalam satu hari ia menerima 5 email sekaligus dari pengirim yang berbeda, tetapi dengan subject sama-sama menggunakan kata sakti: "URGENT - ACTION REQUIRED". Yang membuat kesal adalah, semua permintaan itu tidak lah penting. Tiga email meminta klarifikasi sesuatu, satu meminta approval dan satu lagi merupakan permintaan pre-class assesment (360 degree feedback) dari rekannya yang hendak mengikuti training. Sementara ia sendiri punya jadwal padat dengan beberapa customer hari itu.
"Heran, kok semua bisa bilang urgent. Kalau nggak dikerjakan bisa dibilang menghambat pekerjaan banyak orang, kalau dikerjakan urusan yang lebih penting, ketemu customer, bisa ketunda!" teman saya ngedumel.

Dalam pekerjaan sehari-hari, kita akan selalu dihadapkan pada masalah konflik antara pekerjaan yang sifatnya urgent - mendesak, dengan pe kerjaan lain yang penting sifatnya. Kebanyakan kita akan justru lebih mengutamakan pekerjaan yang urgent karena mendesak untuk dilakukan, meski tidak begitu penting. Misalnya, kita memilih kerja lembur di kantor di hari Sabtu daripada antar jemput anak sekolah. Pekerjaan kantor memang mendesak dilakukan, tetapi mengantar dan menjemput anak ke sekolah adalah sesuatu yang penting dilakukan, apalagi di hari-hari biasa kita jarang ketemu dan bersama-sama dengan mereka.

Bagaimana dengan hal yang "urgent" sekaligus "penting"? Bahasa Indonesia mempunyai istilah "genting" (bisa dicek di sejarah bahasa, apakah kata GENTING berasal dari gabungan kata "urGENT" dan "pentING") yang berarti memang penting untuk segera dilakukan sesuatu karena sifatnya gawat, darurat, a tau "keadaan memaksa". Apabila situasi ini yang sering terjadi pada kehidupan kita, maka keadaan Anda benar-benar tidak sehat. Kenapa? Keadaan genting tidak memungkinkan kita memilah-milah lagi apakah ini urgent atau penting. Keadaan genting menuntut kita untuk segera melakukan sesuatu tanpa kesempatan untuk berpikir yang cukup.

Untuk menjadi manusia yang efektif --menurut 7 habits-- kita harus senantiasa fokus kepada hal-hal yang penting, bukan menjadi "pemadam kebakaran" hal-hal yang mendesak (urgent). Mari kita periksa diri kita sendiri. Kalau Anda selama ini lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengerjakan hal-hal yang mendesak, Anda harus segera keluar dari situasi itu dan m encoba fokus kepada hal-hal penting lainnya. "Sibuk! Nggak ada waktu buat olahraga!", "Nggak sempat baca koran!" adalah ungkapan khas orang-orang yang sudah terjebak dalam pola urgent-minded. Begitu banyak hal mendesak yang harus dilakukan, padahal olahraga dan baca korang adalah hal yang penting untuk dilakukan! Fokuslah kepada hal-hal yang penting tanpa harus terjebak menjadikannya sebagai sebuah kepentingan semata. Sesuatu yang penting menjadi tidak penting kalau sudah menjadi sebuah kepentingan. Sesuatu yang penting itu adalah sebuah kebutuhan dan keperluan, bukan semata-mata kepentingan. Kebutuhan dan keperluan itu jelas, tetapi kepentingan itu tergantung siapa yang memilikinya serta untuk apa kepentingan itu dilakukan.

Selamat pagi dan selamat bekerja n

Gelandangan

"Seseorang menjadi gelandangan lebih karena keadaan, tetapi menjadi 'gelandangan rohani' adalah sebuah pilihan."

Ada kegembiraan yang mendalam manakala kita pulang ke rumah di sore hari. Terlebih di hari Jumat, karena beban pekerjaan di kantor selama seminggu akan kita lepas sementara, dan kemudian menggantinya dengan kegiatan lain bersama anggota keluarga tercinta selama weekend.&n bsp; Ada tarikan energi yang luar biasa pula ketika kita pulang ke rumah selepas perjalanan panjang ke luar kota. Bertemu keluarga dan bercanda, minum teh bersama di sore hari, melakukan kegiatan hobby kegemaran kita, berolahraga, bahkan sekedar membaca koran, menonton acara televisi, atau merebahkan diri melepas lelah di ranjang favorit kita.

Ketahuilah ada banyak orang yang kehilangan kesempatan untuk menikmati itu semua. Tidak ada keluarga dimana mereka akan kembali, tidak ada rumah di mana mereka akan merebahkan tubuh dan melepas kepenatan fisik, tidak ada tempat di mana ia bisa santai membaca koran dan minum the di sore hari. Mereka adalah para gelandangan.

Sama halnya dengan tubuh ini, jiwa kita juga membutuhkan "rumah". Jiwa kita memerlukan te mpat di mana kedamaian dan ketenteraman selalu ada. Jiwa kita membutuhkan "keluarga" yang bisa menjadi partner untuk saling memberikan inspirasi dan semangat. Jiwa kita membutuhkan "teh" , "koran" atau "olah jiwa" agar ada kesimbangan rohani dan senantiasa bugar. Mulai dari membaca buku, mendengarkan kaset spiritual, mengikuti seminar dan training motivasi dan lain sebagainya. Ada banyak orang yang memilih untuk tidak mempunyai "rumah" bagi jiwanya. Membiarkan jiwanya melalanglang buana, bebas-lepas menjadi "anak jalanan". Mereka adalah para gelandangan rohani.

Apakah kita termasuk kategori gelandangan rohani ini? Ada banyak hal dan kesempatan yang kita bisa lakukan selama akhir pekan ini. Berikanlah kesempatan bagi jiwa Anda untuk sebentar merenung, m encari inspirasi dan insight yang akan memperkaya hidup Anda. Banyak buku, musik, film atau aktifitas rohani yang bisa Anda pilih. Berikan "rumah" bagi jiwa kita --yaitu sebuah tempat dimana kedamaian, ketenteraman, kesehatan rohani dan pikiran kita senantiasa disegarkan-- dan jangan membiarkan jiwa kita menjadi liar seperti "preman jalanan".

Selamat pagi, selamat bekerja n

Orangtua

"Menjadi orang tua adalah bagian dari siklus normal kehidupan manusia. Tetapi menjadi orangtua tidak semua orang bisa mengalami dan menjalaninya dengan baik."

Harian The Straits Times, 7 Maret 2003, memuat berita menarik. Pihak berwenang Singapura saat ini sedang mempertimbangkan untuk memberlakukan pembatasan keluar malam --di atas jam 11 malam-- bagi para remaja di negara Merlion itu. Alasannya? Angka kenakalan remaja makin meningkat dan ada kecenderungan mereka bergabung dan membentuk kelompok-kelompok gangster dengan segala atribut dan kegiatan miring mereka. Secara politis ini membahayakan negeri itu, karena kalau sumber daya manusia rusak, masa depan Singapura sebagai negara yang sangat terbatas sumber daya manusianya itu akan terancam. Pemikiran yang sangat jauh ke depan.

Singapura memang menaruh perhatian khusus terhadap jumlah populasi penduduknya. Bahkan insentif khusus berupa keringanan pajak dan perpanjangan cuti bersalin bagi warga negara yang melahirkan anak ketiga dan seterusnya diberlakukan. Mereka sadar bahwa sumber daya alam tidak mereka miliki secara berlimpah, seperti Indonesia. Yang mereka harapkan adalah kekuatan ekonomi yang berasal dari brain power sumber daya manusianya.

Pembatasan jam malam barangkali adalah sebagian kecil dari skenario besar untuk mempertahankan dan membangun keunggulan sumber daya manusia Singapura. Pembatasan ini juga dilakukan di Amerika Serikat. Menurut survey yang dilakukan oleh International Council of Shopping Centres yang dikutip oleh majalah Women's Wear Daily sekitar dua bulan lalu, menyatakan bahwa 28 dari 125 shopping centers atau 20%-nya telah melakukan pembatasan terhadap para remaja untuk berkunjung sejak 3-4 tahun lalu. Mall terbe sar di Amerika Serikat, Mall of America, di Bloomington, Minnesota, misalnya melarang remaja di bawah usia 16 tahun masuk ke area mall setelah jam 4 sore tanpa disertai oleh orang dewasa (21 tahun ke atas).

Bagaimana di Indonesia? Saya rasa kita tahu apa yang terjadi. Soerang ahli pernah mengatakan bahwa kerusakan generasi di Indonesia semakin parah. Bukan hanya sekedar akibat gizi yang buruk, bukan hanya pergeseran nilai dan budaya, tetapi pola asuh dari lingkungan terkecil dalam keluarga lah yang sebenarnya menjadi biang keladi. Klise kelihatanya. Orangtua yang terlalus sibuk, anak yang diasuh pembantu, dan ragam kesalahan pola asuh, sudah terlalu sering kita dengar, tetapi tetap saja hal itu menadi bagian dari permasalahan yang tak bernah menemui ujung pangkalnya. Akibat ini semua hanya akan dirasakan 15 tahun mendatang. Pada saat itu, kata ahli itu, kita sudah akan mengalami masa-masa generasi yang hilang, the lost generation.

Satu hal yang menarik saya catat dari pro dan kontra pembatasan jam malam bagi remaja di Singapura itu adalah ucapan salah seorang pengamat sosial Singapura yang mengatakan, apa pun aturan, hukum, larangan yang hendak diterapkan, "Primary responsibility still in parents. Come home early is parental duty." Ya, parental duty! Bukan pembantu duty, guru duty, Ketua RT duty ... adalah kewajiban kita sebagai orangtua, bagaimana mengarahkan putera-puteri kita agar mengerti tanggungjawabnya.

Memang tidak semua orang siap menjadi orangtua, tetapi kita sebenarnya bisa menjadi orangtua yang baik, asal ada kemauan. Bukankah menjadi orangtua adalah panggilan tanggungjawab kemanusiaan kita, bukan sekedar atribut status sosial?

Selamat pagi, selamat bekerja n

Naluri

"Kemajuan, kesuksesan dan kenikmatan yang kita raih dapat menguburkan kita ke 'tanah pemakaman' yang disebut comfort-zone."

Beberapa saat sebelum badai Tsunami menerjang Aceh dan beberapa belahan dunia yang lain, seorang korban di Aceh yang berhasil selamat menuturkan di sebuah harian bahwa ia sempat curiga dengan burung-burung yang berwarna putih berterbangan. "Pertanda buruk," katanya sambil berbalik arah menuju bukit. Benar, beberapa saat kemudian air laut meluap di depan mata. Rupanya binatang mempunyai naluri yang baik akan tanda-tanda alam. Di Sri Lanka, seperti dilaporkan CNN, juga jarang ditemukan bangkai binatang, meskipun jasad manusia bertumpuk di mana-mana. "No elephants are dead, not even a dead hare or rabbit. I think animals can sense disaster. They have a sixth sense. They know when things are happening," kata H.D. Ratnayake, Deputy Director of Sri Lanka's Wildlife Department, seperti dikutip CNN.

Lain lagi dengan apa yang dilaporkan New York Post - Online Edition. Beberapa sukarelawan penyayang binatang yang juga bergerak setelah badai Tsunami itu menemukan kenyataan bahwa justru yang banyak menjadi korban adalah binatang piaraan di rumah-rumah, jarang ditemukan korban dari binatang liar. "Wild animals seemed to sense the massive tidal wave approaching, and escaped to higher ground. But many pets refused to abandon their human owners, and livestock was often penned or tied down and could not escape," kata seorang an animal-welfare experts said seperti dutilis New York Post - Online Edition.

Menarik, beberapa binatang piaraan segan untuk meninggalkan rumah pemiliknya dan mati bersama-sama dengan tuannya. Di satu sisi ini bisa kita pahami sebagai bentuk 'kesetiaan', di pihak lain --ini yang saya duga-- binatang piaraan itu sudah "mati rasa" instingnya dibanding binatang sejenis yang masih ada di hutan belantara. Barangkal i mereka sudah terlalu lama menjadi binatang piaraan, sehingga tidak bisa bergerak dari daerah "comfort-zone"-nya. Film kartun Mandagaskar menggambarkan dengan gamblang sindiran ini, yaitu dengan kisah menarik petualangan penghuni kebun binatang yang terpaksa harus masuk ke hutan belantara. Kikuk, karena mereka keluar dari "comfort-zone".

Dalam hal tertentu, kemajuan, kekayaan, karir, status sosial yang diciptakan dan diraih manusia telah menciptakan jebakan kepada dirinya sendiri. Seperti halnya nasib binatang piaraan itu, manusia pun akhirnya mati terkubur bersama sesuatu yang diciptakan dan diraihnya, di tanah yang disebut "comfort-zone" itu. Manusia lupa, bahwa mereka harus tetap melakukan sesuatu. Terus menerus, karena dalam hal itulah manusia diciptakan.

Selamat pagi, selamat bekerja n

Turun

"Kita hanya bisa naik atau bertahan di 'atas' kalau kita 'turun' ke bawah."

Dalam perjalanan menuju airport, sopir taksi yang saya tumpangi --dari group perusahaan taksi terbesar di Jakarta-- banyak bercerita mengenai kesulitan yang dialami oleh para sopir taksi, terutama setelah kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). "Sepi Pak!" katanya. Nama besar taksi yang dikemudikannya tidak banyak membantu. Untuk mendapatkan komisi 15 ribu dari perolehan setoran 315 ribu sehari semakin hari semakin berat. Cerita ini konsisten dengan keluhan beberapa sopir taksi dari perusahaan yang sama yang saya ajak ngobrol.

Sopir taksi yang berumur sekitar 40 tahun itu kemudian di sepanjang perjalanan bercerita mengenai rasa hormatnya kepada kedua Direktur perusahaan di mana ia bekerja. Bukan karena kewibawaannya atau kemurahan hatinya, tetapi karena mereka benar-benar mendengarkan keluhan para sopir, ujung tombak perusahaan. Sejak kenaikan harga BBM, sopir banyak mengeluh mengenai kondisi penumpang yang sepi sementara laporan pendapatan juga menunjukkan trend perolehan yang menurun tajam. Maka dua direktur yang kebetulan kakak beradik itu berinisiatif untuk "turun" menyamar jadi sopir taksi. "Mereka benar-benar narik Pak!" kata sopir itu antusias. Selama satu hari penuh mereka merasakan sendiri serta mempelajari situasi penumpang yang memang sepi.
"Hasilnya apa Pak?" saya memotong ceritanya.
"Sekarang ada tunjangan kesepian, Pak!"
"Tunjangan Kesepian?"
"Iya, karena penumpang sepi, sekarang ada insentif khusus. Kalau kita mencapai 315 ribu setoran, kita mendapat ekstra komisi 10 ribu!" jelasnya.
"Oh ...!" saya manggut-manggut gel i mendengar istilah yang dipakai, tunjangan kesepian.

Saya jadi teringat akan dongeng masa kecil, sebuah cerita mengenai seorang raja bijaksanana yang mempunyai kebiasaan rutin --setiap minggu-- untuk menyamar menjadi rakyat biasa. Minggu ini ia menyamar menjadi pedagang di pasar, minggu berikutnya menjadi nelayan, dan seterusnya. Dengan kebiasaannya itu raja mendengar dan melihat secara langsung keadaan rakyatnya. Kebijakan yang diambil pun dinilai rakyat sangat tepat di sasaran, karena berdasarkan informasi yang akurat, berdasarkan pengalaman Raja secara langsung. Sang raja memerintah seumur hidup dan rakyat tidak mengetahui kalau sang Raja sering melakukan penyamaran. Baru ketika raja mangkat, rahasia itu terbongkar.

Saya menilai apa yang dilakukan oleh dua direktur perusahaan taksi tersebut bukanlah sekedar tindakan seremonial untuk merebut simpati para sopir. Apa yang mereka lakukan --turun ke bawah-- adalah hal yang mendasar yang harus dimiliki oleh setiap orang, apa pun posisi dan jabatannya. Bukankah di mana pun kita berada akan selalu ada "atas" dan selalu ada "bawah" ? Anda tidak bisa berdiri tegak, duduk tenang, berbaring dan bahkan meraih yang di "atas" tanpa bertumpu sesuatu di "bawah" bukan?

Selamat pagi, selamat bekerja n

Informasi

"Sedikit informasi lebih baik daripada tidak ada sama sekali, tetapi informasi yang setengah-setengah adalah kejahatan. Bukankah separuh benar berarti bukan kebenaran, tetapi kebohongan?"

Seorang penderita pasien kanker payudara datang ke seorang dokter syaraf Rumah Sakit Kanker Dharmais di Jakarta. Tangan kanannya lumpuh setelah diakukan penyinaran ke dua puluh di tahap penyinaran yang kedua. Sebenarnya penyinaran tahap kedua ini bertujuan sekedar untuk mengeringkan sisa luka yang ada. Dan para dokter yang merawat pasien ini sudah mengindikasikan bahwa kanker yang semula sudah mencapai stadium 4 --di mana sel kanker sudah sampai ke hati dan tulang-- sudah tidak kelihatan aktif. Harapan untuk sembuh pasien itu sedemikian besar, sehingga kelumpuhan itu sungguh-sungguh merisaukan hatinya. Ada dugaan kelumpuhan itu merupakan efek samping penyinaran yang justru hanya untuk menegringkan luka, tetapi dugaan lain adalah sel-sel kanker itu justru diam-diam telah merambah tulang kembali dan sekarang malah bahkan menyerang syaraf tangannya.

Setelah panjang lebar pasien itu menceritakan perjuangannya untuk sembuh, sang dokter bertanya kepada pasien itu, "Pemeriksaan bisa dilakukan untuk memastikan apakah memang sel kanker sudah merusak syaraf atau tidak. Tetapi sebelum semua pemeriksaan dilakukan, pertanyaan saya, apakah hasil pemeriksaan ini --entah apa pun hasilnya nanti-- akan melegakan ibu, membantu ibu untuk tetap bersemangat atau justru sebaliknya?"

Keterbukaan informasi memang menjadi kebutuhan manusia, tetapi akibat keterbukaan itu memang bermata dua. Bisa menjadi baik, diterima baik, atau justru sebaliknya, bertambah tidak baik. Dalam kasus pasien kanker di atas, pertanyaan sang dokter relevan. Kalau pun ia tahu bahwa kanker ternyata sudah menjalar sampai tulang, hati dan syaraf, apakah kejelasan informasi itu akan membuatnya lebih baik dalam menghadapi penyakitnya, atau sebaliknya?

Mesin pencari internet Google misalnya, menghadapi masalah besar ketika belum lama ini memutuskan untuk memenuhi permintaan pemerintah China dengan cara membuat versi Google yang sudah disensor, untuk pasar China. Bagi para penganut kebebasan informasi, ini sebuah kemunduran besar. Bagaimana mungkin Google sebagai penyedia jasa pencarian informasi internet dunia tunduk kepada sebuah rezim pemerintahan? Banyak hal yang mungkin menjadi pertimbangan Google, salah satunya adalah pertimbangan potensi pasar yang besar di China.

Berpikir mengenai kebebasan informasi, sampai sejauh mana sebenarnya manusia mempunyai kebebasan untuk mendapatkannya? Tak terbataskah? Atau sebaliknya? Dan siapa yang bertanggungjawab untuk menyatakan informasi ini boleh dan yang lain tidak? Dalam hal kebebasasa n informasi di internet, nyaris manusia tanpa batas bisa mendapatkan informasi apa pun yang tersedia. Tetapi dalam kenyataannya, baik kasus pasien kanker itu maupun di dunia maya internet, manusia memang tidak selalu siap untuk menerima informasi apa adanya.

Bagaimana Anda menyikapi informasi yang datang dalam berbagi skala dan bentuk? Apakah Anda sadar, informasi dan kebenaran kadang justru malah menyakitkan? Apakah kita justru menjauhi kebenaran dan lebih menyukai hidup dalam "kebohongan-kebohongan" --dengan berbagai macam dalihnya? Bagaimana pun kita tidak bisa memilih informasi apa yang akan datang kepada kita. Yang kita perlukan adalah kedewasaan untuk menyikapinya.

Selamat pagi, selamat bekerja n

Tulus

"Salah satu anugerah ter besar yang dimiliki manusia adalah logika. Tetapi justru sikap terbesar manusia yaitu ketulusan tidak memerlukan logika sama sekali."

Harian Kompas, beberapa hari setelah gelombang Tsunami menghantam Asia, memasang gambar yang menyentuh. Seorang anak usia sekolah datang ke Sekretrariat Dana Kemanusiaan Kompas, menyerahkan dua kantung plastik uang logam untuk disumbangkan bagi korban Tsunami di Aceh dan Sumatera Utara. Konon uang receh itu adalah uang hasil tabungan si gadis kecil yang ia sisihkan sedikit demi sedikit selama ini. Begitu melihat tayangan televisi mengenai para korban Tsunami yang sangat 'mengerikan' itu ia tergerak untuk menyumbangkan seluruh tabungannya.

Dalam waktu yang berdekatan, sebuah stasiun radio di Jakarta, Female, juga menuturkan cerita mengharukan: seorang guru Sekolah Dasar datang ke sebuah toko kain di Pasar Tanah Abang. Ia bermaksud membeli kain kafan untuk para korban Tsunami di Aceh. Ia dan murid-muridnya tidak tega melihat mayat korban Tsunami bergelimpangan dan dikubur tanpa penanganan yang layak, normalnya jasad seorang manusia. Uang 'saweran' yang terkumpul ia belikan kain kafan, tetapi apa daya ternyata hanya mendapatkan beberapa puluh meter saja. Wajah kecewa sang Guru mengundang pertanyaan si pedagang.
"Mau buat apa, Pak?"
"Ini ... murid-murid saya mengumpulkan uang, kepingin mengirimkan kain kafan ke Aceh?" kata Guru itu lirih.
Sang pedagang terdiam sejenak. Ia memang sudah melihat di layar televisi mengenai para korban yang meninggal di Aceh dan tidak dimakamkan secara layak. Sejenak kemudian ia mengangkat telepon dan berbicara dalam bahasa Mandarin.

Selama kain kafan disiapkan, sang Pedagang itu terlihat menelepon beberapa kali ke beberapa orang .

Beberapa saat kemudian, beberapa orang tiba-tiba datang membawa kain kafan ke Kios itu. "Pak ini, teman-teman pedagang di sini titip bantuan kain kafan juga untuk disumbangkan ke Aceh ..." katanya kepada sang Guru yang kemudian tampak terharu sekali menerima bantuan spontan yang melimpah itu. Alhasil, pulang dari Pasar Tanah Abang, ia harus diantar dengan mobil bak terbuka untuk membawa kain-kain kafan sumbangan itu.

Apa yang dilakukan gadis kecil di Kompas dan pedagang kai n Tanah Abang itu, benar-benar spontanitas yang tulus. Alangkah indahnya apabila ketulusan seperti ini senantiasa ada dalam hidup keseharian kita. Tidak perlu menunggu datangnya bencana besar untuk berbuat kebaikan dan sesuatu yang tulus. Bukankah roh yang sudah ditiupkan ketika manusia diciptakan adalah merupakan roh kemuliaan, yang membedakan manusia dengan makhluk mana pun di muka bumi?

Satu-satunya keunggulan manusia diantara makhluk ciptaan lain adalah manusia bisa memilih untuk melakukan sesuatu yang baik atau sebaliknya.

Selamat pagi, selamat bekerja n

Pikiran

"Seperti air yang selalu mencari jalan untuk dirinya sendiri, apa yang selalu kita pikirkan akan menjadi sumber energi yang mengarahkan tindakan-tindakan kita."

"Apakah ada perasaan putus asa sewaktu terapung di laut sendirian? Misalnya, berpikir 'habislah sudah hidupku' …?" tanya wartawan MetroTV kepada Ari Afrizal, 21, korban gelombang Tsunami, selama 15 hari 14 malam terapung-apung di lautan lepas. "Tidak!" jawabnya tegas, "Yang terpikir saya waktu itu, saya mau hidup, saya tidak mau mati!"

Ternyata tekad serta apa yang dipikirkan Ari menjadi kenyataan. Pemuda yang berasal dari desa Kabong, Aceh Jaya, berhasil diselamatkan kapal Al-Yamamah yang lewat di lokasi 320 kilometer dari pantai barat Sumatera, 15 hari setelah bencana Tsunami Aceh 26 Desember 2004. Selama terapung di lautan Ari melawan terik matahari, dinginnya hujan serta pekatnya malam dengan hanya memakan buah kelapa serta bantuan kayu dan sampan yang hanyut bersama-sama ke laut. Tekadnya untuk hidup telah membuatnya bertahan selama 15 hari sebelum akhirnya ditolong awak kapal Al-Yamamah.

Dalam kehidupan sehari-hari, perasaan ragu, takut atau pesimis, seringkali menghantui pikiran kita. Padahal, pikiran positif, semangat serta tekad merupakan modal awal yang barangkali 50% akan menjamin keberhasilan pekerjaan dan tugas-tugas kita. Pernahkah kita sadari bahwa apa yang ki ta pikirkan sesungguhnya merupakan sumber kekuatan yang luar biasa "dahsyat"?

Dalam khasanah psikologis ini disebut sebagai "Self-fullfiling Phropecy" atau "Pygmalion Effect". Adalah Robert Merton, seorang profesor sosiologi di Universitas Columbia yang pada tahun 1957 mengembangkan konsep ini. Dalam kajiannya yang terkenal dengan sebutan "Social Theory and Social Structure", Merton mengatakan (dengan bahasa sederhana) ketika sebuah ekspetasi sudah dibuat, bahkan ketika itu tidak akurat, kita akan cenderung untuk bertindak melakukan sesuatu yang konsisten dengan ekspetasi itu. Dan herannya, kebanyakan ekspetasi itu akan membuahkan hasil nyata, layaknya sebuah proses mejik. Bukankah Ari Afrizal, korban Tsunami yang terapung di lautan lepas selama 15 hari itu telah membuktikannya? Bahwa apa yang dipikirkannya tidak mau mati di tengah-tengah laut membuat dirin ya bertahan dan bahkan diselamatkan oleh kapal yang lewat!

Oleh sebab itu, jangan bermain-main dengan pikiran Anda sendiri, Anda harus mengarahkan pikiran secara positif dan sitematis, karena pikiran Anda akan membawa Anda ke mana akan menuju. Seorang tokoh pernah mengatakan, "All things, whatever you ask, praying, believe that you shall receive them, and it will be to you."

Selamat pagi, selamat bekerja n

Sempat

"For the most part, we are too busy doing just about everything, that means just about nothing, to just about nobody, just about anywhere ... " - Mathew Kelly, The Rythm of Life

Kata "sempat" dan "sempit" hanya dibedakan oleh satu huruf "a" dan huruf "i", tetapi bukan berarti kedua kata itu mempunyai arti yang berdekatan. Kalau pun mau di cocok-cocokan, dua kata itu mempunyai nuansa situasi yang mirip, yaitu situasi keterbatasan. Tengoklah dua pernyataan ini (1) "Waduh, saya nggak sempat makan siang!" ; atau (2) "Ruangan ini saya rasa terlalu sempit ya?!" Dua kalimat itu menunjukkan sebuah kondisi keterbatasan dimana dalam contoh pertama menunjukkan keterbatasan waktu, dan yang kedua menunjukkan keterbatasan tempat.

Kata "sempat" dan "sempit" menjadi kata yang semakin akrab di kalangan manusia moderen. Tidak sempat, menunggu kesempatan, waktu saya sempit, ukuran kamar terlalu sempit, bahkan uangkapan 'mengambil kesempatan dalam kesempitan' menjadi lebih sering kita dengar. Manusia moderen menjadi sangat sibuk, sehingga kesempatan baik menjadi barang langka, di pihak lain ruang gerak mereka jauh menjadi lebih sempit. Kutipan yang saya ambil dari buku The Rythm of Life di atas menggelitik kesadaran kita, bahwa dalam banyak hal kita menjadi terlalu sibuk dengan segala sesuatu, padahal semuanya itu nothing! Kita bilang tidak sempat makan, padahal karena memang kita terlalu rebyek menggunakan banyak waktu justru untuk memasak dan menyiapkannya, atau terlalu sibuk memilih restoran dan dengan siapa kita mau makan. Kita tidak sempat berolah raga, bukan karena tidak ada waktu, tetapi urusan mendaftarkan diri ke Fitness Centre atau klub olah raga telah menyita banyak waktu kita. Betapa kita ini memang sibuk dengan sedala sesuatu yang sebenarnya justru sekedar akseoris perilaku dan gaya hidup!

Hari ini, cobalah Anda untuk memfokuskan diri terhadap apa yang akan menjadi maksud dan tujuan kita sebenarnya, dan tidak menggunakan banyak waktu Anda justru hanya untuk melakukan hal-hal yang sebenarnya bukan kegiatan utama.

Selamat pagi, selamat bekerja g

Aspal

"Sama seperti cairan deterjen tidak akan bisa mencuci bersih noda aspal di pakaian, hukum dan perundangan juga tidak bisa menghentikan budaya penggunaan barang-barang 'aspal'. Hanya satu perangkat pembersih yang manjur: NIAT."

Aspal adalah sejenis residu yang dihasilkan dalam proses distilasi minyak bumi. Dalam proses distilasi yang biasanya diikuti dengan proses-proses lain, emas hitam yang berupa cairan kental, coklat gelap, atau kehijauan yang mudah terbakar itu akan menghasilkan juga antara lain minyak tanah, bensin dan lilin.

Aspal lebih dikenal sebagai bahan untuk pembuatan jalan. Sifatnya yang kenyal bila terkena panas sedang, mencair kalau kena panas tinggi dan kemampuannya mengikat benda-benda lain serta menutup pori atau retakan, membuatnya sangat pas dipakai sebagai bahan pelapis jalan raya. Semakin terkena panas matahari dan banyak dilalui kendaraan, aspal akan semakin berfungsi baik. Jalan raya menjadi mulus karenanya. Itu sebabnya aspal juga banyak digunakan muntuk melapisi dak atau talang air yang mengalami kebocoran. Ketika sinar matahari melelehkan aspal, maka pori-pori dak atau talang air yang bocor akan tertutup.

Namun demikian, aspal cair juga menjadi musuh besar para pecinta kemulusan mobil karena begitu menempel di body mobil jangan harap Anda bisa membersihkannya dengan proses pencucian biasa. Demikian juga bila pakaian kita terkena noda aspal, terlebih aspal cair, Anda bisa bersiap-siap untuk membeli pakaian baru. Aspal tidak akan mudah dicuci dengan deterjen dan air biasa tanpa meninggalkan sisa-sisa yang kuat menempel di serat kain.

Akan halnya 'aspal' yang lain, yakni 'ASli tapi PALsu' malah sudah merasuk sedemikian hebatnya ke dalam 'serabut-serabut kain putih' kemurnian mental-moralits kita. Bukankah ada istilah ijasah aspal, KTP aspal, spare-parts 'aspal' serta barang-barang 'aspal' lainnya termasuk DVD dan VCD bajakan? Yang terakhir ini malah luar biasa. Meski perangkat hukum undang-undang mengenai hak-cipta sudah tersedia, pengerebekan yang juga sering diberitakan di koran, seolah hanya menjadi basa-basi seremonial.

Memang, perangkat hukum secanggih apa pun yang diciptakan manusia tidak akan pernah menandingi kekuatan yang berasal dari NIAT. Kalau kita semua mempunyai kesadaran kolektif untuk selalu menguji dan melaksanakan niat yang baik, maka barangkali hukum tidak diperlukan lagi. Penggrebekan juga tidak ada. Maka, marilah kita mengawali segala sesuatu dengan NIAT yang baik. Selebihnya saya percaya, akan mengikuti niat Anda.

Selamat pagi, selamat bekerja n

Arah

"Kehidupan di dunia ini penuh dengan petunjuk arah. Anda bebas memilihnya. Hanya ada satu yang arah yang Anda tidak bebas memilih: kematian."

Jalan tol di Indonesia kebanyakan menggunakan nama-nama tertentu untuk menandai nama jalan maupun pintu keluar-masuknya. Tol Jagorawi, Tol Cikampek, Pintu Tol Bekasi Barat, Pintu Tol Cibubur, Pintu Tol Taman Mini dan seterusnya. Beberapa negara barat menggunakan angka untuk menyebut nama highway dan exit-nya. Masing-masing kebudayaan memang mempunyai kebiasaan dalam hal mengingat dan mengasosi asikan arah. Kebingungan bisa terjadi seandainya kita terpaksa harus melewati jalan dengan nama dan arah yang berbeda dengan kebiasaan yang sudah biasa dilakukan.

Belum lama ada kejadian sepasang pengantin yang sudah lama tinggal di luar negeri melangsungkan pernikahannya di Indonesia. Ketika harus berangkat ke Bandara Soekarno-Hatta untuk memulai perjalanan bulan madunya, mereka bisa kesasar sampai Tol Jagorawi! Tentu mereka tertinggal pesawat. Petunjuk arah yang ada di jalan-jalan tol di Jakarta barangkali sangat membingungkan bagi mereka.

Bicara soal arah, sesungguhnya semua makhluk hidup di dunia ini bebas memilih arah kehidupannya sendiri. Uniknya, Tuhan memberikan arah yang khas bagi ciptaannya. Kita tahu, semua daun tumbuhan yang ada di bumi ini bergerak ke arah sinar matahari. Akar bergerak ke bawah tanah untuk men cari makanan. Air selalu mengalir ke tempat yang lebih rendah. Ombak laut selalu bergulung ke tepian pantai. Demikian juga setiap benda yang kita lempar pasti akan bergerak jatuh ke tanah, sebuah arah universal yang berlaku bagi benda-benda di atas bumi ini. Kita menamakannya gravitasi.

Manusia demikian halnya. Ada arah universal kemana manusia akan menuju yaitu gravitasi kematian. Sesuatu yang bagi sebagian orang menakutkan, terlebih bagi mereka yang selama hidup kehilangan arah kehidupannya.

Apakah Anda kehilangan arah? Hanya ada satu sosok universal yang dapat menolong Anda, yang kepadanya semua manusia mengarahkan hatinya, satu nama yang semua umat menyebutnya: Tuhan.

Selamat pagi, selamat bekerja g

Kaya

"Kaya bukan tujuan. Manjadi kay a adalah akibat."

Ini adalah kalimat-kalimat yang saya kutip dari selebaran elektronik sebuah seminar: "Apakah Anda bercita-cita ingin menjadi kaya? ... di seminar ini akan dibahas pola pikir dan kehidupan seperti apa yang mendatangkan kekayaan sejati .... bisnis adalah jalan yang paling umum dan paling cepat dilalui karena menurut penelitian 74% orang kaya berasal dari bisnis ... Akan dibahas juga bagaimana cara melakukan perubahan perubahan yang powerfull dan bermanfaat, yang membawa kita untuk meraih kekayaan yang kita impikan."

Sangat provokatif. Perubahan powerfull untuk meraih kekayaan yang kita impikan ... Siapa sih yang tidak ingin menjadi kaya? Apalagi situasi ekonomi sekarang memang memaksa kita untuk berpikir materialistik. Saya yakin seminar ini memang dibanjiri banyak peserta, apalagi pembicaranya adalah seorang icon motivator yang cukup terkenal. Saya tidak mempunyai pikiran dan rencana untuk datang, sehingga saya juga tidak tahu apa isi seminar itu sebenarnya. Tetapi melihat kredibilitas pembicaranya, saya yakin penekanan seminar lebih banyak kepada pemberian motivasi positif kepada para peserta.

Di luar itu semua, ketika saya membaca selebaran elektronik itu, yang terlintas langsung dalam benak adalah betapa akhirnya manusia sekarang memahami "menjadi kaya" adalah sebuah tujuan. Padahal menjadi kaya adalah akibat dari yang kita kerjakan. Yaitu konsistensi, ketekunan, kerja keras dan dibarengi kecerdasan kita dalam berusaha. Apabila kita menempatkan kekayaan sebagai destination semata, saya khawatir kita akan kompromi dengan cara-cara yang kita lakukan. Pokoknya kaya, sehingga kita akan menghalalkan seg ala cara. Bukankah kita tidak ingin seperti itu? Percayalah bahwa semuanya akan ditambahkan kepada kita, justru ketika kita melakukan dan mendedikasikan diri kita untuk selalu yang terbaik ...

Selamat pagi, selamat bekerja n

Daun

"Tidak ada satupun di dunia ini yang identik. Seperti pelangi, keindahan kehidupan manusia ter jadi justru karena adanya perbedaan."

Sambil duduk menunggu anak usai sekolah, saya memperhatikan dua orang anak kelas satu SD sedang bermain tebak-tebakan.
"Daun apa yang tidak berwarna hijau?" tanya salah satu anak.
"Daun puring!" jawab anak yang lain spontan.
"Salah."
"Daun kastuba!"
"Salah!"
"Apa dong?"
"Daun jendela, daun pintu, daun telinga …" jawab si anak pertama disambut ha ha ha, gelat-tawa riang bersama.

Mendengar gurauan mereka itu saya teringat akan pelajaran biologi semasa sekolah. Kita pernah belajar dalam ilmu biologi bahwa fungsi daun dalam tumbuhan sebagai tempat "memasak" makanan. Daun membutuhkan bahan makanan yang dikumpulkan oleh akar serta dikirimkan oleh batang, kemudian daun juga membutuhkan sinar matahari sebagai sumber energi untuk memasak makanan. Daun kemudian menditribusikan kembali makanan yang sudah diolah. Betapa sentralnya peran daun dalam tumbuhan.

Dari mata pelajaran yang sama, kita juga belajar tentang fungsi "daun" lain yang ada dalam tubuh hewan dan manusia: daun telinga. Berbeda dengan daun pada tumbuhan, daun telinga pada binatang dan manusia bukan menjadi tempat memasak makanan. Bahkan fungsinya sedemikian tidak penting. Dalam pelajaran biologi daun telinga disebut sebagai organ rudimenter, artinya fungsi dan peranannya tidak begitu jelas dan penting. Meskipun sebagian mempercayai bahwa daun telinga pada manusia dan hewan berfungsi untuk mengatur dan mengarahkan suara ke dalam gendang telinga, tetapi kalau pun daun telinga tidak ada, ternyata pendengaran manusia atau hewan juga tidak akan bermasalah. Belakangan diakui daun telinga berfungsi sebagai pengaman lubang telinga terhadap gangguan luar, seperti air, debu, binatang dan lain-lain.

Dalam organisasi, kita masing-masing barangkali mempunyai peran seperti daun dalam tumbuhan. Begitu sentral, begitu penting. Ada juga yang mungkin berfungsi seperti daun telinga. Tidak begitu di perhatikan dalam kondisi normal, tetapi ketika daun telinga tidak ada, k ita gusar. Bukan hanya bingung meletakkan anting atau gagang kacamata, tetapi juga berbahaya bagi gendang telinga karena kotoran dan binatang mudah masuk.

Seberapa pun kecil peran orang lain dalam organisasi, sama seperti tubuh dengan banyak anggota, mereka adalah bagian dari keseluruhan organisasi / perusahaan. Belajarlah untuk saling menghargai, karena perbedaan --apalagi peran-- akan selalu ada. Perbedaan adalah bagian anugerah Tuhan yang paling indah.

Selamat pagi, selamat bekerja n

Pertolongan

"Hanya mata penderitaan yang bisa melihat dengan jelas keindahan sebuah pertolongan. Tetapi Anda tidak perlu menderita untuk mengerti arti sebuah pertolongan."

Pagi hari ini, di tengah hujan lebat kami terlibat insiden kendaraan. Karena menghindari kemacetan di tengah jalanan kampung yang sempit, mobil kami terperosok ke parit. Roda kiri depan-belakang terbenam 3/4-nya membuat mobil menjadi miring 40 derajad ke kiri, sementara roda penggerak depan slip setiap kali pedal gas diinjak. Semakin kami mencoba mengeluarkannya, roda mobil makin tertancap dalam di parit. Kepanikan terjadi, karena di dalam mobil kami ada 5 orang penumpang termasuk isteri, dua anak kami yang berusia 7 tahun dan bayi 11 bulan serta ibu mertua. Anak saya yang pertama harus sekolah, sementara saya dan isteri sebenarnya juga terburu-buru berangkat kerja.

Saya minta isteri mengambil alih kemudi dan saya berusaha mengganjal roda dengan batu-batuan dan dahan yang ada disekitar. Tidak banyak menolong, meski baju saya sudah penuh lumpur. Mobil tetap tidak terangkat. Kami menjadi tontonan menarik bagi kendaraan lain yang lalu lalang. Entah apa yang mereka pikirkan tentang kami.

Di tengah-tegah upaya ini, seorang pengendara sepedamotor behenti dan berusaha menolong. Tidak berhasil. Kemudian datang lagi beberapa pemuda sekitar yang juga berusaha menolong. Tidak berhasil. Kami memutuskan meminta bantuan mobil derek, dan kami mengucapkan terimakasih sambil memberikan uang rokok kepada beberapa pemuda yang sudah berupaya keras menolong. Setelah menerima uang mereka membubarkan diri, kecuali si pengendara sepedamotor yang masih tetap menemani saya sambil terus mencari akal bagaimana mengangkat mobil. Dalam hati saya merasa was-was dengan pengendara sepeda motor ini. "Jangan-jangan ia mengharapkan sesuatu dari apa yang saya alami ini." Namun saya berusaha berpikir positif, dan kami berdua terus bercakap-cakap sambil berusaha menambahkan batu-batuan ke dalam parit. Belakangan saya tahu ia petugas satpam di Blok M Plaza.

Ketika isteri belum berhasil menghubungi derek, tiba-tiba dari arah belakang sebuah mobil Panther mendekat dan menawarkan pertolongan. Seorang bapak keluar dan kemudian memberikan pertolongan dengan manarik mobil kami menggunakan kawat baja yang dimilikinya. Berhasil. Tentu kami sangat lega dan berterimakasih sekali untuk pertolongannya. Bapak itu --sayangnya saya lupa nama dan alamatnya, yang saya ingat mobil Panthernya berwarna hijau army dan berstiker lambang Aplha-Omega di kaca belakang-- di tengah hujan dan kondisi jalan becek dengan tulus menolong kami. Bahkan beliau menolak ketika saya tawarkan untuk membawa alat-alatnya untuk kami cuci terlebih dahulu sebelum saya antar ke rumahnya. Setelah mobil itu pergi, saya juga mengucapkan terimakasih kepada pengendara sepedamotor itu. Saya mengeluarkan dompet dan berusaha memberikan uang rokok, tetapi ia menolak dengan halus dan berlalu. Kecurigaan saya terhadap pengendara sepedamotor itu buyar.

Di sepanjang jalan menuju rumah kembali, saya kembali mendapatkan konfirmasi bahwa memang dalam melakukan sesuatu, orang dilatarbelakangi berbagai macam motivasi. Termasuk dalam hal menolong. Ada yang mengharapkan uang seperti beberapa pemuda yang tersenyum senang ketika saya beri uang rokok; ada yang memang bisa dan bersedia membantu seperti pengemudi Panther; dan ada juga yang dengan tulus berempati, meski tidak mampu menolong tetapi memastikan bahwa saya mendapatkan pertolongan seperti apa yang dilakukan pengendara sepedamotor itu.

Betapa saya selama ini juga cuek dengan kejadian semacam yang saya alami: saya sering tidak ambil pusing dengan ban mobil lain yang kempes atau mobil yang kejebak mobil lain di tempat parkir. Saya baru merasakan bahwa pertolongan sekecil apa pun sangat besar manfaatnya bagi mereka yang memang membutuhkan pertolongan.

Selamat pagi, selamat bekerja n

Toleransi

"Toleran bukan perarti cuek bebek."

Di sebuah counter telor supermarket, saya mendengar percakapan menarik antara seorang anak --sekitar 7 tahun dengan ibunya. Rupanya anak itu tertarik dengan beberapa bungkus telor rusak (retak-retak dan berlubang) yang tetap diberi label diskon, dengan harga jauh lebih murah dari harga standar.
"Ini masih dijual Ma?"
"Iya."
"Kok?" anak itu heran, "Siapa yang mau beli telor rusak begini?!"
"Adalah .." jawab sang Mama sambil tetap memilih-milih telor dan memasukkannya ke dalam kantung plastik.
"Bukannya kuman bisa masuk?"
Sang ibu tidak menjawab. Sang Anak tetap terbengong-bengong.

Saya sebenarnya terusik dan tergerak untuk bisa bercakap-cakap dengannya soal telor rusak itu. Tapi saya menahan diri. Anak itu barangkali masih terlalu muda untuk memahami bahwa di negeri ini, tingkat toleransi sedemikian tinggi, sehingga kadang kebablasen. Telur rusak yang seharusnya dibuang --sesuai standar kualitas produk makanan-- masih juga dibungkus manis dan dijual! Tidak apa-apa kok, isinya masih bagus, cuma kulitnya aja yang retak-retak, begitu barangkali manajer supermarket itu berkilah.

Mentalitas toleransi negatif seperti ini yang sayangnya justru bertumbuh subur di negeri ini. Terlebih kata-kata "Sayang kan, masih bisa dimanfaatkan oleh mereka yang membutuhkanya ... " justru memberikan konformitas yang manjur. Beda antara toleransi negatif atau sikap permisive dengan spirit untuk "membantu" mereka yang membutuhkan menjadi kabur. Bukankah produk keramik reject (cacat produksi) juga masih dijual dengan istilah KW2? Bukankan produk garmen yang sama juga dijual dengan label keren "sisa export"? Dalam hal dua kasus ini, kita tidak melihat dengan jelas, apakah original spirit dari si pengusaha adalah: (1) untuk membantu masyarakat menengah ke bawah; atau (2) justru merupakan bussiness opportunity bagi pengusahanya untuk menekan kerugian. Sayangnya masyarakat juga sudah terlanjur menerima situasi-situasi semacam ini. Karena butuh atau memang perwujudan toleransi cuek bebek?

Bersikap toleran atas sesuatu yang baik itu harus. Toleran terhadap hal yang negaitf, jangan. Toleran bukan berarti permisive. Mentalitas permisif sedikit demi sedikit akan menghancurkan kita bersama.

Selamat pagi, selamat bekerja and have a nice weekend n

Alas(an)

"Alas dan Alasan adalah dua kata 'bersaudara' yang dicari orang bila kepepet."

Alas dan Alasan sama-sama dicari orang kalau sedang kepepet. Anda nggak kebagian tempat duduk dan harus duduk di lantai, maka Anda perlu alas duduk. Ada barang kotor yang hendak Anda taruh di atas meja, maka Anda juga perlu alas, supaya meja tidak kena kotorannya. Sedangkan alasan sama saja. Datang telat, lupa mengerjakan sesuatu, merusak barang tanpa sengaja, semuanya memerlukan alasan.

Tahukah Anda bila Alas dan Alasan bisa "dibuat" dan "dibuat-buat"? Karpet atau tikar adalah alas duduk resmi yang memang dibuat untuk alas di lantai. Sedangkan koran bekas bisa dibuat-buat menjadi alas duduk bila sedang kepepet. Bagaimana dengan alasan? Anda juga bisa membikin-bikin alasan. Konon manusia sekarang semakin pintar menciptakan alasan. Tujuann ya bisa negatif, bisa positif tergantung bagaimana konteks alasan itu dibuat(buat). Almarhum Sri Sultan Hamengku Buwono IX ketika menolak untuk dicalonkan kembali menjadi Wakil Presiden menyampaikan alasan "Mata saya tidak awas lagi, untuk memegang jabatan ini!" Bagi orang awam, kedengarannya pernyataan ini biasa-biasa saja karena memang Sultan sudah relatif tua waktu itu. Namun demikian, bagi mereka yang mengerti politik, pernyataan "tidak awas" itu bisa ditafsirkan berbeda-beda. Antara lain, alasan sesungguhnya beliau menurut mereka bukan karena kesehatan matanya secara harafiah, tetapi alasan yang dibuat(buat), yang dalam bahasa sinyal politik itu akan dipahami mendalam hanya oleh mereka yang terlibat dalam permainan politik waktu itu.

Merekayasa alasan dalam satu dua kasus bolehlah, asal reasonable dan justified. Tetapi kalau merekayasa alasan menjadi sebuah profesi dan habit --selalu mencari-cari alasan untuk setiap hal yang dilakukan, maka bantuan professional diperlukan. Anda perlu konseling dan bahkan terapi.

Setiap masalah perlu pemecahan, bukan sekedar alasan. Daripada membuang-buang energi untuk merekayasa alasan, ada baiknya energi yang ada dipakai untuk menemukan solusi yang tepat.

Selamat pagi dan selamat bekerja n

Kasut

"Kemana Anda melangkah tidak ditentukan oleh alas kaki (kasut) yang Anda kenakan!"

Sudah menjadi nasib Sandal Jepit. Sering ditolak menjadi alas kaki resmi, karena diangap tidak berkelas. Nggak percaya? cobalah masuk department store, mall, atau restoran tertentu dengan hanya mengenakan alas kaki yang namanya sandal jepit ini! Bakalan dihadang satpam sebelum Anda sempat masuk. Seorang Taufik Hidayat juga nggak bakalan menggunakan sandal jepit ketika bertanding di kejuaraan bulu tangkis. Apalagi tim sepakbola Liverpool!

Sampai saat ini memang sandal jepit dianggap sebagai alas kaki paling remeh. Setidaknya, di antara ribuan alas kaki dan sepatu koleksi Imelda Marcos, sandal jepit saya yakin tidak termasuk di dalamnya. Lagi pula sandal jepit ini kan tidak memenuhi standar EHSS - Environment, Health, Safety & Security (Environment: sandal jepit terlalu terbuka, sehingga menyebabkan bau kaki pemakai menjadi sumber polusi; Health: pemakai bisa masuk angin dan tertusuk benda tajam; Safety: sandal jepit tidak cocok buat atletik atau panjat tebing; Security: sandal jepit bukan alas kaki yang cocok untuk satpam, ribet kan kalau harus ngejar maling pakai sandal jepit).

Tetapi Anda jangan menggunakan alas kaki sebagai standard penilain terhadap seseorang. Saya mengenal seorang Kiai dengan "sandal jepit" bebas masuk-keluar Istana Negara, dan malah ia sangat dihormati dan disegani orang, termasuk petinggi-petinggi negara di republik ini Bandingkan dengan seorang businessman sukses yang berhasil masuk ke dunia politik dan pernah menjadi salah seorang menteri, tetapi kemudian menggunakan alas kaki berharga puluhan juta rupiahnya ke tika digelandang masuk tahanan kejaksaan untuk kasus korupsi!

Jangan heran juga kalau Anda ke Myanmar, sandal jepit dan sarung menjadi pakaian kerja sehari-hari (kecuali dari kalangan militer). Dan Anda tidak bisa menilai mereka "tidak lazim" hanya karena sandal yang mereka kenakan sehari-hari.

Ketika dunia ini mempunyai standard dan norma bikinan mengenai apa yang baik dan tidak baik untuk dipakai di kaki, seharusnya kita tetap mempunyai keyakinan bahwa langkah-langkah kita tidak lah ditentukan oleh alas kaki yang kita kenakan, tetapi jutru oleh akal-budi-pikiran yang letaknya jauh dari kaki serta tidak tampak di mata.

Jangan mempertaruhkan nilai Anda s ebagai manusia utuh hanya kepada alas kaki atau pakaian yang kita kenakan.

Selamat pagi dan selamat bekerja n

Tulisan terbaru lightbreakfast juga bisa Anda dapatkan melalui layanan email langsung dengan cara subscribe melalui panel Google Group yang tersedia di bagian bawah halaman ini.
© 2006, 2007 Setya Rahadi. Lightbreakfast, adalah catatan perenungan pribadi dengan pesan-pesan singkat, universal dan konstruktif untuk teman minum kopi di pagi hari. Layaknya fast-food, silahkan menyantapnya di tempat atau mengunduh - take away isi blog ini sesuka Anda. Cantumkan sumber apabila Anda mengutip dan mengirimkan ke pihak lain. Kisah-kisah yang dituliskan dalam lighbreakfast diilhami oleh penggalan kisah nyata sehari-hari, dengan penyesuaian seperlunya. Kadang nama tempat atau nama orang ditulis apa adanya, tetapi dalam banyak hal, untuk kepentingan privacy, nama tempat atau nama orang tidak disebutkan secara gamblang. Nama samaran banyak dipakai demi enaknya cerita. Mohon maaf untuk kesamaan tokoh, tempat dan cerita yang mungkin terjadi.