Sebuah keluarga dari suku Mescarlero Apache Indian telah menggugat produser mini seri TV Into the West yang disutradari Steven Spielberg. Persoalannya? Salah seorang pemain cilik, Christina Ponce (8), bocah perempuan keturunan Indian yang dalam film itu memerankan bocah laki-laki (karena kelangkaan karakter bocah laki-laki Indian), dicukur rambutnya tanpa persetujuan orangtuanya. Sebegitu amat? Ya, karena sesuai dengan kebudayaan suku Apache, memotong rambut seorang anak anak gadis pertama kalinya adalah sakral dan harus disertai dengan sebuah upacara ritual yang disebut Coming of Age, semacam upacara memasuki masa akil balik. Melalui pengadilan di Distrik Albuquerque, orangtua Christina menuntut produser film itu sejumlah USD 250,000 untuk tekanan emosi yang dialaminya serta USD 75,000 untuk "kerusakan" rambut anaknya.
Hal ini tidak akan terjadi kalau para kru film Into the West, mempunyai culture-sensitivity, yaitu kesadaran penuh dan rasa hormat akan latar belakang budaya dan kebiasaan yang berbeda-beda. Kasus rambut Christina ini adalah salah satu contoh terbaik issue cross-culture yang mengemuka.
Ada banyak kasus mirip dialami oleh para professional yang bekerja di multinational company. Seringkali kerjasama terhambat karena persoalan pemahaman culture antar anggota tim dan bahkan dengan atasan tidak baik. Atau tidak usah terlalu jauh, apabila Anda telah menikah dan suami atau isteri Anda berlatar belakang suku dan budaya yang berbeda, maka permasalahan --sekecil apa pun itu pasti terjadi.
Untuk menjadi manusia yang efektif kita harus bisa memahami (karakteristik personal dan latar belakang budaya) orang lain dan memperlakukannya seperti mereka ingin diperlakukan. Bukan memperlakukan orang lain seperti kita ingin diperlakukan. "Do as they would be done by" and not "Do as you would be done by." Sebab yang pertama meletakkan orang lain sebagai fokus sedangkan yang kedua fokusnya kepada diri sendiri.
Selamat pagi dan selamat bekerja g