Google Groups Untuk berlangganan 'lightbreakfast', silahkan masukkan alamat email Anda dan klik tombol 'Berlangganan' sekarang!
Email:
Browse Archives at groups.google.com

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sensitivity

"Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya."

Sebuah keluarga dari suku Mescarlero Apache Indian telah menggugat produser mini seri TV Into the West yang disutradari Steven Spielberg. Persoalannya? Salah seorang pemain cilik, Christina Ponce (8), bocah perempuan keturunan Indian yang dalam film itu memerankan bocah laki-laki (karena kelangkaan karakter bocah laki-laki Indian), dicukur rambutnya tanpa persetujuan orangtuanya. Sebegitu amat? Ya, karena sesuai dengan kebudayaan suku Apache, memotong rambut seorang anak anak gadis pertama kalinya adalah sakral dan harus disertai dengan sebuah upacara ritual yang disebut Coming of Age, semacam upacara memasuki masa akil balik. Melalui pengadilan di Distrik Albuquerque, orangtua Christina menuntut produser film itu sejumlah USD 250,000 untuk tekanan emosi yang dialaminya serta USD 75,000 untuk "kerusakan" rambut anaknya.

Hal ini tidak akan terjadi kalau para kru film Into the West, mempunyai culture-sensitivity, yaitu kesadaran penuh dan rasa hormat akan latar belakang budaya dan kebiasaan yang berbeda-beda. Kasus rambut Christina ini adalah salah satu contoh terbaik issue cross-culture yang mengemuka.

Ada banyak kasus mirip dialami oleh para professional yang bekerja di multinational company. Seringkali kerjasama terhambat karena persoalan pemahaman culture antar anggota tim dan bahkan dengan atasan tidak baik. Atau tidak usah terlalu jauh, apabila Anda telah menikah dan suami atau isteri Anda berlatar belakang suku dan budaya yang berbeda, maka permasalahan --sekecil apa pun itu pasti terjadi.

Untuk menjadi manusia yang efektif kita harus bisa memahami (karakteristik personal dan latar belakang budaya) orang lain dan memperlakukannya seperti mereka ingin diperlakukan. Bukan memperlakukan orang lain seperti kita ingin diperlakukan. "Do as they would be done by" and not "Do as you would be done by." Sebab yang pertama meletakkan orang lain sebagai fokus sedangkan yang kedua fokusnya kepada diri sendiri.

Selamat pagi dan selamat bekerja g

Tulisan terbaru lightbreakfast juga bisa Anda dapatkan melalui layanan email langsung dengan cara subscribe melalui panel Google Group yang tersedia di bagian bawah halaman ini.
© 2006, 2007 Setya Rahadi. Lightbreakfast, adalah catatan perenungan pribadi dengan pesan-pesan singkat, universal dan konstruktif untuk teman minum kopi di pagi hari. Layaknya fast-food, silahkan menyantapnya di tempat atau mengunduh - take away isi blog ini sesuka Anda. Cantumkan sumber apabila Anda mengutip dan mengirimkan ke pihak lain. Kisah-kisah yang dituliskan dalam lighbreakfast diilhami oleh penggalan kisah nyata sehari-hari, dengan penyesuaian seperlunya. Kadang nama tempat atau nama orang ditulis apa adanya, tetapi dalam banyak hal, untuk kepentingan privacy, nama tempat atau nama orang tidak disebutkan secara gamblang. Nama samaran banyak dipakai demi enaknya cerita. Mohon maaf untuk kesamaan tokoh, tempat dan cerita yang mungkin terjadi.