Google Groups Untuk berlangganan 'lightbreakfast', silahkan masukkan alamat email Anda dan klik tombol 'Berlangganan' sekarang!
Email:
Browse Archives at groups.google.com

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

(K)urus

"Bahasa dan kata-kata sangat terbatas untuk menjelaskan siapa Anda. Tetapi segala tindak-tanduk Anda 'mengatakan' segalanya."

Mungkinkah nenek moyang kita sudah merasa putus asa dan mati kreatifitasnya ketika harus menciptakan kata-kata dalam Bahasa Indonesia yang mirip pengucapannya tetapi lain arti? Lihatlah kata "alu", "palu", "malu", dan "jalu". Atau kata "ajar", "fajar", "hajar", "jajar", dan "wajar" yang juga menjadi sederetan kata-kata mirip --dibedakan satu huruf-- tetapi berbeda arti. Sama halnya ketika anak saya bingung dengan kata "urus" dan "kurus" dalam PR Bahasa-nya. Bukan lantaran mirip dengan kata "lurus", "jurus", "turus" dan "murus" tetapi kedua kata itu kalau di tambahi awalan "pe" atau "me" akan berbentuk dan berbunyi sama plek, tetapi lain artinya. "Pengurus" berarti "pengelola atau pemegang jabatan dalam organisasi" (dari "pe"+"urus") atau berarti (si) "pembuat kurus" (dari "pe"+"kurus"). Sedangkan "Mengurus" bisa berarti "mengelola" ("me"+"urus") atau "(dalam proses) menjadi kurus" (dari "me"+"kurus").

Entah, barangkali nenek moyang kita hendak menyindir para pengurus organisasi / perusahaan yang selama ini lebih banyak membuat kurus anggota / pekerjanya.

Belum lagi ketika harus menjelaskan arti kata "murus" yang dalam Bahasa Jawa berarti "buang-buang air", karena anak saya menyangka yang dibuang air beneran. Nggak bisa disalahkan juga, karena bagi yang sedang belajar Bahasa Indonesia yang baik dan benar, siapa sangka ternyata "membuang air" dan "buang air" berbeda artinya?

Dalam tata pergaulan tinggi, penggunaan bahasa menjadi sangat penting artinya. Jangan Anda sekali-kali menggunakan bahasa jalanan dalam tata pergaulan tingkat tinggi. Perancis, Inggris dan Jawa adalah komunitas yang dikenal mempunyai bahasa tingkat tinggi. Dalam hubungan diplomasi antar negara pun, para diplomat dituntut untuk menguasa bahasa diplomasi dengan baik.

Namun demikian, betapa pun cakap kita dalam memilih kata dan menggunakan bahasa, kata-kata dalam sebuah bahasa bagaimana pun terbatas. Sebuah bahasa tidak bisa menjelaskan dengan utuh siapa kita. Segala hal yang kita lakukan, semua perbuatan kita adalah bahasa yang paling jelas, yang bisa dengan gamblang menceritakan siapa kita. Oleh sebab itu, Anda tidak perlu mencari kata-kata dan merangkai-rangkaikannya hanya sekedar untuk menjelaskan siapa Anda, karena Anda adalah apa yang Anda lakukan. Bukankah begitu?

Selamat pagi dan selamat bekerja n

Sinyal

"Pesawat handphone --tercanggih sekalipun-- membutuhkan sinyal untuk bisa berfungsi sebagai alat komunikasi. Untuk menjadi pribadi yang efektif, kita pun harus sensitif terhadap sinyal-sinyal komunikasi yang dipancarkan orang lain."

Dalam sebuah seminar di Makassar, seorang mahasiswa UNHAS yang menemani saya menceritakan banyak anekdot mengenai petani cengkeh yang biasanya mendadak kaya sehabis panen. Kebanyakan temanya adalah soal bagaimana mereka membelanjakan uang mereka yang berlebih itu. Ini salah satunya:

Ada seorang petani cengkeh dari pedalaman pergi berbelanja ke kota dengan membawa banyak sekali uang hasil penjualan panenannya. Mereka bermaksud membelanjakan uang yang berlimpah itu. Datanglah mereka ke sebuah gerai handphone terbesar di kota itu. "Saya hendak membeli handphone type yang paling baru dan canggih?" kata petani itu.
"Oh silahkan Pak, apakah Bapak sudah ada SIM card-nya?" sambut pegawai toko dengan ramah.
"Oh perlu SIM juga ya?" tanya petani itu sembil mencabut dompet, mengeluarkan SIM mengemudinya.
"Oh, bukan SIM mengemudi Pak, tapi nomor dari operatornya ... kalau begitu apa sekalian SIM card-nya Pak?"
"Oh ya, kalau begitu sekalian SIM card-nya." jawab petani itu kalem.
"Tapi Pak, maaf, Bapak tinggal di daerah mana?"
"Saya? di Sungai Ujung, Kabupaten Kaki Bukit."
"Wah, di sana nggak ada sinyal Pak."
"Oh ya? kalau begitu tolong dik, dilengkapi dengan sinyal sekalian."

Bagaimana pun canggihnya pesawat telepon yang kita miliki, tidak akan berfungsi dengan baik kalau tidak ada sinyal yang ditangkap. Demikian pula dalam kehidupan sehari-hari kita, sesunggunya banyak sekali sinyal-sinyal komunikasi yang perlu kita tangkap untuk mempertajam keputusan yang hendak kita ambil. Kemampuan untuk secara sensitif menangkap sinyal-sinyal komunikasi itu kemudian mengolahnya secara internal merupakan ciri khas yang hanya dimiliki oleh mereka yang mempunyai kepribadian matang. Sebaliknya, secanggih apa pun penampilan Anda, tetapi nggak pernah nyambung, ya tak lebih dari sebuah handphone canggih yang nggak bisa dipakai nelpon. Tulalit kan?

Selamat pagi dan selamat bekerja n

Paragrap

"Kehidupan kita adalah 'susunan alinea-alinea'. Bagaimana orang lain 'membaca' kita sangat tergantung bagaimana kita meletakkan titik, koma, dan tanda-tanda baca lainnya."

Seorang teman mengirimkan email ke saya sebuah joke berbau issue gender berikut ini. Lelucon itu tentang siapa yang lebih penting di dunia ini, laki-laki atau perempuan. Begini joke-nya: An English professor wrote the words: "A woman without her man is nothing" on the chalkboard and asked his students to punctuate it correctly. All of the males in the class wrote: "A woman, without her man, is nothing." All the females in the class wrote: "A woman: without her, man is nothing."

Hidup ini layaknya susunan kalimat dan paragrap terbuka yang akan dibaca banyak orang. Bagaimana mereka memahami kita, sangat tergantung bagaimana kita menempatkan "tanda-tanda baca"-nya. Dalam menulis email atau sms misalnya, bila Anda menggunakan huruf kapital semua, akan mudah orang menginterpretasikan Anda sedang marah. Demikian juga penggunaan tanda seru (!). Terlebih lagi bila Anda salah dalam memutus kalimat atau salah dalam menggunakan / menempatkan tanda baca seperti dalam joke di atas. Kata-kata yang sama akan memberikan arti berbeda bagi orang yang membacanya.

Sama seperti penulis puisi dan cerpen mempunyai kesempatan sama untuk menggunakan semua kata-kata yang ada dalam kosa kata sebuah bahasa, kita semua juga mempunyai kesempatan yang sama untuk bereaksi atau bertindak. Persamaannya adalah, penulis yang baik sangat cakap memilih dan memainkan kata-kata serta menempatkan tanda-tanda baca, kita yang disebut sebagai pribadi yang dewasa pun harus cerdas dalam menempatkan diri, bereaksi/bertindak, serta berpikir maupun berkata-kata.

Selamat pagi dan selamat bekerja g

Integritas

"Uang bisa menjadi sedemikian liar. Ia hanya bisa dijinakkan dengan ramuan ajaib yang bernama integritas."

Seorang pria berdiri di antrian loket imigrasi di Bandara Soekarno-Hatta. Dilihat dari penampilannya, pastilah ia seorang pengusaha atau professional dengan jabatan tinggi. Mengenakan jas wool gelap tanpa dasi, menenteng tas kulit merk terkenal di tangan kirinya, sementara passport serta dokumen perjalanan lain di tangan kanan. Ia kelihatan gelisah karena saat itu antrian luar biasa penuh. Dua-tiga group rombongan TKI (Tenaga Kerja Indonesia) sedang antri pada saat yang bersamaan. Pria itu gelisah bukan semata-mata karena antrian panjang, tetapi karena ia berdiri di tempat yang menurutnya barangkali di tempat dan waktu yang salah: bersama-sama dengan kerumunan para TKI! Ia merasa menjadi "orang aneh" di antara hingar bingar para TKI. Kikuk dan serba salah. Penampilannya memang kontras di antara para TKI yang menggunakan jaket seragam pembagian perusahaan.

Dari arah belakang seorang petugas imigrasi melewati baris antriannya. Seolah tidak ingin kehilangan kesempatan, pria itu meraih tangan petugas imigrasi serta membisikkan sesuatu. Entah apa yang dibisikkannya, tetapi yang jelas terdengar kata-kata petugas imigrasi itu kemudian, "Tidak bisa Pak! Bapak silahkan tetap antri di sini!". Rupanya ia mencoba "bekerjasama" (dengan mencoba memberikan uang) kepada petugas imigrasi itu agar mendapatkan prioritas antrian.

Mendapatkan reaksi tak terdu ga seperti itu, air muka pria berubah, kelihatan merah padam menahan kecewa dan barangkali malu. Ego-nya tersinggung. Bagi seorang boss yang biasa memerintah orang, ditolak oleh "orang biasa" di depan umum seperti itu akan sangat memalukan.

Saya lalu teringat akan sebuah kata-kata bijak, bahwa menjadi orang kaya / berkedudukan itu ternyata memang lebih sulit dibandingkan orang kebanyakan. Kasihan, bahkan hanya untuk antri bersama-sama dengan para TKI pun menjadi beban yang sangat berat. Apalagi diabaikan begitu saja oleh orang imigrasi di antara sorotan mata banyak orang! Harga dirinya pastilah terinjak-injak.

Pria itu sadar, uang yang dimilikinya tidak selamanya bisa memberikannya previledge atau keistimewaan. Ada wilayah-wilayah te rtentu dimana uang sama sekali menjadi tidak ada harganya. Yaitu ketika uang bertemu dengan sebuah "makhluk halus" yang bernama integritas. Hari itu ia membuktikannya.

Selamat pagi, selamat bekerja n

Sendirian

"Tidak ada sesuatu di dunia ini yang bisa kita lakukan sendirian. Bahkan untuk urusan paling pribadi --buang air-- pun Anda membutuhkan bantuan. Langsung maupun tidak."

Alkisah, di sebuah kota terdapat warung makan yang terkenal dengan kelezatan makanannya. Bau masakan yang harum menyebar di sekitar warung, menyebabkan orang yang lewat sekitar warung makan itu tergerak untuk mampir. Namun demikian, pemilik warung makan itu dikenal sangat perhitungan. Jangankan mendapatkan air teh gratis, air putih pun harus bayar.

Suatu ketika, datanglah anak muda dan memesan satu piring nasi putih. "Hanya nasi putih? Tidak kah kau ingin mencicipi masakanku yang terkenal lezat?" tanya pemilik warung.
"Tidak, terimakasih. Engkau memang juru masak hebat, sehingga aku tidak perlu memesan lauk pauk, karena bau masakanmu cukup membuat nasi putih ini terasa lezat." kata anak muda itu.
"Jadi engkau hanya makan nasi putih dengan lauk bau masakanku?!" tanya pemilik warung makan itu tidak senang. "Kalau begitu, untuk bau yang engkau hirup, engkau harus membayar seperempat harga masakanku!"
"Ha?!" anak muda itu sejenak terbelalak kaget, tetapi ia segera menyadari bahwa seperti kata banyak orang, pemilik warung itu memang serakah. Dengan tenang ia kemudian berkata, "Baiklah, nanti akan aku bayar."

Pemilik warung tersenyum puas. "Hebat juga masakanku ... bahkan baunya pun bisa aku jual!" kata si pemilik warung dalam hati.

Ketika selesai memakan nasi putih, anak muda itu menghampiri si pemilik warung dan membayar seharga satu piring nasi. Pemilik warung tidak senang, "He anak muda, seperti aku telah katakan, engkau harus membayar lagi seperempat harga masakanku untuk bau yang telah engkau nikmati!"
"Baiklah," kata si anak muda sambil merogoh kantong dan mengambil beberapa keping rupiah serta kemudian menjatuhkannya ke atas meja, cring, cring, cring!, "Nah, karena aku hanya menikmati bau-bauan masakanmu, maka aku membayarnya dengan suara kepingan logam ini. Kamu sudah mendengarnya bukan? Lunas sudah!" katanya sambil memungut kembali kepingan logam itu dan ngeloyor pergi.

Pemilik warung makan pun terdiam tidak bisa berbuat apa-apa.

Adakalanya kita bertingkah seperti pemilik warung, dalam dongeng favorit masa kecil saya itu. Tidak rela orang lain ikut menikmati atau merasakan kesenangan dari apa yang kita lakukan atau sesuatu yang kita klaim sebagai bagian dari diri kita. Seolah-olah semuanya milik kita dan orang lain tidak berhak untuk menikmatinya. Bahkan untuk sesuatu yang tidak langsung kita lakukan sekali pun, seperti cerita bau masakan di atas. Apalagi untuk hal yang jelas-jelas merupakan hasil kerja keras kita, kemudian orang lain tanpa ikut bekerja menikmati hasilnya! Orang seperti ini masuk kategori orang yang "susah melihat orang lain senang dan senang melihat orang lain susah".

Padahal jelas, keberadaan kita di dunia ini ada maksudnya. Bukan semata-mata untuk diri sendiri, tetapi justru kita diciptakan untuk menjadi bagian dari umat di bumi yang seperti rangkaian elektronik, terkoneksi satu sama lain. Tidak ada satu pun di dunia ini yang Anda sungguh-sungguh bisa lakukan sendirian. Bahkan untuk urusan pribadi buang air kecil pun, Anda butuh tissue, air, tempat yang secara langsung maupun tidak, keterlibatan (baca: bantuan) orang lain (sudah) Anda rasakan.

Selamat pagi dan selamat bekerja n

Tulisan terbaru lightbreakfast juga bisa Anda dapatkan melalui layanan email langsung dengan cara subscribe melalui panel Google Group yang tersedia di bagian bawah halaman ini.
© 2006, 2007 Setya Rahadi. Lightbreakfast, adalah catatan perenungan pribadi dengan pesan-pesan singkat, universal dan konstruktif untuk teman minum kopi di pagi hari. Layaknya fast-food, silahkan menyantapnya di tempat atau mengunduh - take away isi blog ini sesuka Anda. Cantumkan sumber apabila Anda mengutip dan mengirimkan ke pihak lain. Kisah-kisah yang dituliskan dalam lighbreakfast diilhami oleh penggalan kisah nyata sehari-hari, dengan penyesuaian seperlunya. Kadang nama tempat atau nama orang ditulis apa adanya, tetapi dalam banyak hal, untuk kepentingan privacy, nama tempat atau nama orang tidak disebutkan secara gamblang. Nama samaran banyak dipakai demi enaknya cerita. Mohon maaf untuk kesamaan tokoh, tempat dan cerita yang mungkin terjadi.