Google Groups Untuk berlangganan 'lightbreakfast', silahkan masukkan alamat email Anda dan klik tombol 'Berlangganan' sekarang!
Email:
Browse Archives at groups.google.com

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kakek

"Kita memang tidak bisa memilih dari orangtua mana kita dilahirkan, tetapi bagaimana kita bersikap terhadap mereka sepenuhnya merupakan pilihan kita."

Kalau Anda melewati jalan Kartika Utama, Pondok Indah, di pagi hari, Anda akan menjumpai seorang kakek yang menjajakan papan cuci kayu di pinggir jalan, di antara rumah-rumah mewah di sana. Saya tertarik untuk selalu memperhatikannya karena hampir setiap hari ketika saya melewati jalan itu, ia terlihat setia menunggu pembeli. Pertanyaan yang selalu muncul dalam benak saya adalah, apakah laku? Siapa yang membeli? Apakah apakah masih ada rumah tangga --di sekitar Pondok Indah-- yang memerlukan papan cuci? Kalau pun masih, bukankah papan cuci plastik yang lebih bersih dan awet menjadi pilihan yang paling logis? Lalu, berapa nilai uang yang dihasilkan si Kakek ini? Sebandingkah dengan bahan dan kerja keras yang dilakukan untuk membuat papan-papan cuci kayu itu? Kenapa dalam usianya yang sudah senja si Kakek ini tetap bekerja dan berjualan? Di manakah keluarganya, adakah isteri dan anak-cucunya? Apakah semua yang ia lakukan memang hanya untuk mengisi hari-hari tuanya, supaya tetap ada kegiatan? dan seterusnya, dan seterusnya. Pertanyaan muncul silih berganti.

Sampai pada suatu pagi, ketika saya melewati tempat si Kakek berjualan, saya melihat ada sedikit perubahan. Nggak tahu kenapa, pagi itu si Kakek kelihatan lebih rapuh dan tidak seceria hari-hari sebelumnya. Ia terlihat kebingungan berdiri sendirian sambil memegangi pikulan kayunya. Karena lalu lintas ramai sekali, saya hanya bisa memperhatikan sekilas, dan terus berlalu mengejar waktu. Ada apakah gerangan?

Hari berikutnya saya kembali melewati jalan itu dan secara otomatis saya berusaha mencari tahu keadaan si Kakek. Di depan mobil saya ada sebuah sedan Toyota Altis yang berjalan agak pelan. Saya berusaha menyalib sedan itu, dengan harapan, pandangan saya tidak terhalang oleh kendaraan lain ketika sampai di lokasi si Kakek biasa berjualan. Agak sulit, karena sedan Altis itu agak tanggung posisinya. Baru setelah saya klakson beberapa kali, sedan itu meminggirkan posisinya ke kiri, sehingga saya bisa mendahuluinya dengan leluasa. Ketika saya lihat kesamping, oh, pantas! rupanya si pengemudi sedan itu mengemudikan kendaraannya sambil makan pagi! Hal yang biasa dilakukan para commuter, termasuk saya ketika berangkat kerja. Saya hanya bisa tersenyum kecut. "Yah, sesama bis kota nih orang!" kata saya dalam hati.
Tetapi senyum saya berangsur terhenti ketika saya kemudian mendekati lokasi si Kakek berjualan. Saya melihat pemandangan yang membuat saya trenyuh! Si Kakek penjual papan cuci itu sedang duduk di trotoar --lebih tepatnya rerumputan-- menghadap barang dagangannya, dan sedang disuapi oleh seorang wanita tua. Saya saya duga, wanita tua itu adalah istrinya yang sengaja menemaninya pagi itu!

Sambil tetap melaju mengemudikan kendaran, pikiran dan hati saya bergolak tidak keruan. Bayangan piring putih dan sendok yang disodorkan si wanita tua itu, serta adegan bagaimana si Kakek membuka mulutnya menerima suapan, terus menurus terbayang, bak keping DVD yang diputar berulang-ulang. Kontras sekali gaya sarapan pagi pengemudi Toyota Altis yang saya lihat sebelumnya. Perasaan saya campur aduk antara trenyuh, berbaur dengan rasa haru atas kemesraan mereka, tapi tetap penuh dengan tanda tanya besar akan beberapa hal yang selama ini belum terjawab. Siapa sebenarnya si Kakek itu? Apakah dia tidak sehat sehingga harus ditemani dan disuapi sang isteri? Kalau ya, kenapa dia tetap bersikeras untuk menjajakan papan cuci kayunya?

Sampai saya menuliskan "lightbreakfast" ini pikiran saya tetap penuh dengan tanda tanya besar. Dan pagi hari kemarin ketika saya melewati Pondok Indah itu kembali, saya tidak melihat mereka. Entah apa yang telah terjadi. Tetapi rangkaian pemandangan yang saya alami beberapa hari ini telah menyadarkan saya kembali akan perjuangan kedua orangtua saya (sekarang seusia dengan si Kakek dan isterinya) dalam membesarkan, membimbing dan mengarahkan saya hingga Tuhan mengijinkan saya menjalani kehidupan saya sekarang ini. Kita memang tidak bisa memilih dari orangtua mana kita dilahirkan, tetapi begaimana kita bersikap terhadap mereka sepenuhnya menjadi pilihan kita. Maka sesibuk dan sejauh apa pun tempat tinggal kita, sempatkanlah untuk tetap menghubungi orangtua kita di rumah. Sekedar sapaan, "Apa kabar Pak, sehat?" akan membuat hari-hari yang mereka lalui berbeda.

Apabila Anda kebetulan membaca "lightbreakfast" ini dan mengenal si Kakek yang saya ceritakan ini atau pernah membeli barang dagangannya, sampaikan salam saya. Siapa pun si Kakek, ia telah memberikanku pemahaman baru tentang orangtua saya.

Selamat pagi dan selamat bekerja n

Tulisan terbaru lightbreakfast juga bisa Anda dapatkan melalui layanan email langsung dengan cara subscribe melalui panel Google Group yang tersedia di bagian bawah halaman ini.
© 2006, 2007 Setya Rahadi. Lightbreakfast, adalah catatan perenungan pribadi dengan pesan-pesan singkat, universal dan konstruktif untuk teman minum kopi di pagi hari. Layaknya fast-food, silahkan menyantapnya di tempat atau mengunduh - take away isi blog ini sesuka Anda. Cantumkan sumber apabila Anda mengutip dan mengirimkan ke pihak lain. Kisah-kisah yang dituliskan dalam lighbreakfast diilhami oleh penggalan kisah nyata sehari-hari, dengan penyesuaian seperlunya. Kadang nama tempat atau nama orang ditulis apa adanya, tetapi dalam banyak hal, untuk kepentingan privacy, nama tempat atau nama orang tidak disebutkan secara gamblang. Nama samaran banyak dipakai demi enaknya cerita. Mohon maaf untuk kesamaan tokoh, tempat dan cerita yang mungkin terjadi.