Google Groups Untuk berlangganan 'lightbreakfast', silahkan masukkan alamat email Anda dan klik tombol 'Berlangganan' sekarang!
Email:
Browse Archives at groups.google.com

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Merdeka

"Penjajahan terbesar dalam hidup kita adalah berupa kebohongan terhadap diri sendiri. Hanya roh kebenaran yang akan memerdekakan kita."

Seorang pegawai sebuah hypermarket menceritakan suka-dukanya sebagai customer services di perusahaan itu. Terutama bagaimana menghadapi para pelanggan. "Orang itu memang macam-macam!" katanya.

Memang. Kita barangkali tidak akan pernah menyangka atau berharap tetangga dan saudara kita berperilaku aneh-aneh dalam keseharian mereka, tetapi ketika mereka dihadapkan / ditantang soal kebutuhan hidup atau harga diri, maka saya yakin perilaku "mengejutkan" akan muncul. Bukankah karakter dasar seseorang akan mendorong perilaku yang berbeda ketika mereka sedang dalam pressure atau tersentuh ego-nya?

Seorang ibu misalnya, tiba-tiba meledak luar biasa marahnya ketika tahu barang yang ia beli tidak ada lagi di stock kecuali yang ada di display. "Nggak usah jualan kalau nggak ada barangnya!" katanya. Kenapa sih harus sampai marah sebegitu heboh? Atau, seorang ibu lainnya yang juga mencak-mencak gara-gara merasa dikubuli oleh kalimat promosi "BELI SATU DAPAT DUA" yang dipasang di koran, promotion catalog dan poster di sepanjang gerai. "#%$#* !! Lain kali tulis yang benar. Beli satu bonus satu! Kalau bilang beli satu dapat dua, ya harus dikasih tiga dong!" katanya sengit. Belum lagi pelanggan yang sangat super cermat terhadap perbedaan harga antara yang ditempel di display dengan yang tertera di struk pembelanjaan. Bahkan ada juga pembeli yang hobby-nya menukar-nukar barang yang sudah dibeli dengan alasan yang dicari-cari.

Orang bisa melakukan sesuatu yang "aneh-aneh" --paling tidak menurut norma umum yang berlaku-- lebih dikarenakan rasa kekawatiran dan ketakutannya sendiri. Sayangnya, ketakutan terhadap apa, kadang tidak sepenuhnya bisa dijelaskan. Untuk memberikan kenyamanan mereka mengkompensasinya dengan perwujudan perilaku mereka yang sebenarnya merupakan penipuan besar terhadap diri mereka sendiri. Mereka --karena kekuatiran dan ketakutannya-- tidak bisa bersikapapa adanya. Mereka membohongi diri sendiri dengan berbagai macam bentuk perilakunya.

Kita semua sedang mengalami penjajahan terbesar dalam hidup. Hanya roh kebenaran yang dapat membebaskan kita. Seperti pasukan perdamaian PBB, undang roh kebenaran itu masuk ke dalam hati kita, dan biarkan ia bekerja. Maka kita akan menjadi manusia merdeka.

Dirgahayu Indonesia. Merdeka! n

Panggung

"Seperti seorang penari di depan ribuan penonton, melakukan yang terbaik bukanlah sebuah pilihan, tetapi keharusan."

Seorang ibu mengeluh karena anaknya yang baru kelas 3 SD bermental minimalis. "Itu anak emang! Nggak ngerti saya harus bagaimana ..." keluhnya kepada ibu yang lain.
"Kasih dong rewards kalau berprestasi." ibu yang lain menyahut.
"Kurang apa sih dia?! Mainan juga nggak kurang, jalan-jalan juga sering!"
"Kurang ajar sih enyak-nya ..." sahut ibu yang lain disambut tawa riuh.

Tidak hanya anak-anak, manusia dewasa pun banyak yang bersikap minimalis. Nyaris tidak ada gairah untuk mencapai sesuatu yang lebih. Boro-boro lebih, karena untuk mencapai hal yang sewajarnya saja nggak ada semangat. "Ngapain sih susah-susah, gini aja oke kok. Orang lain nanti yang malah yang dapet enaknya." begitu barangkali alasan meraka.

Padahal, kata Purnawan EA, seorang pembicara yang sudah puluhan tahun menggeluti bidang hypnotherapy dan mental game, sikap yang demikian itu justru akan berdampak negatif terhadap dirinnya sendiri. Bukan orang lain atau siapa pun yang berhubungan dengannya. Kita semua ini ibarat penari yang tampil di atas panggung dengan ribuan penonton. Menari dengan baik adalah sebuah keharusan, bukan sekedar pilihan. Karena kalau kita tampil jelek, maka yang akan mendapatkan cemoohan adalah kita sendiri, bukan panggungnya, bukan MC-nya.

Nah, betapa pun Anda merasa lelah, jenuh, memendam perasaan kecewa yang mendalam untuk "panggung" pekerjaan, role and responsibility yang Anda pegang saat ini, ingatlah bagaimana pun Anda sedang berada di atas panggung dengan ribuan penonton di depan mata. "Menarilah" dengan sebaik-baiknya.

Selamat pagi dan selamat bekerja n

Tanggungjawab (2)

"Dua jalan untuk menjadi manusia yang bertanggungjawab: membiasakannya sejak kecil atau menunggu sampai keadaan memaksanya."

"Adek maem ya?"
"Nggak mau!"
"Kakak juga makan nih, disuapin ya?"
"Nggak mau!"
"Nanti waktunya habis lho."
"Ntar ah!"
"Mbak bilangin ibu kalau Adek nggak mau makan!"
Mendengar kata-kata sakti sang Kakak ini, si Adik yang semula tak bergeming mulai beringsut untuk membuka mulutnya dan menerima suapan dari sang Kakak. Satu dan dua suapan berhasil masuk, tetapi pada suapan ketiga si Adik mulai bertingkah kembali.
"Cukup ah!"
"Lho, baru dua suap ... empat suap lagi deh!"
Seterusnya kakak beradik itu makan bersama dari satu tempat bekal yang sama. Bergantian sang kakak menyuapkan nasi dan potongan sosis goreng diujungnya untuk dirinya sendiri, kemudian ia juga menyuapi adik laki-lakinya yang duduk persis disebelahnya.

Sampai di sini barangkali kita tidak merasakan sesuatu yang istimewa dari apa yang dilakukan dua anak itu. Tetapi bila Anda tahu bahwa adegan itu dilakukan oleh kakak beradik yang masih berusia 7 dan 5 tahun, dengan seragam dan tas sekolah lengkap, serta dilakukannya di atas Mikrolet, Anda pasti akan berpikir lain.

Kedua anak itu naik sebuah Mikrolet trayek Lebak Bulus - Kebayoran Lama dari Pondok Pinang di suatu pagi antara pukul 5:45 sampai 6:30 an WIB. Seperti biasa mereka berangkat ke sekolah di daerah Bungur, Kebayoran Lama bersama-sama tanpa diantar atau dijemput orangtuanya. Menilik seragam sekolah dan topi yang mereka kenakan, si kakak perempuan kira-kira kelas dua SD dan adik laki-lakinya masih di Taman Kanak-kanak.

Luar biasa. Sebagian penumpang yang mayoritas ibu-ibu seolah menahan napas haru, ketika harus melihat adegan kedua anak ini di sepanjang perjalanan. Sang Kakak begitu telatennya menyuapi si Adik dan sang Adik pun, meski kelihatan tidak selera makan tetapi menuruti perkataan sang Kakak. Apakah mereka masih punya orangtua? Lalu kenapa mereka membiarkan anak-anak sekecil ini berangkat sekolah dan pulang dengan kendaraan umum sendirian?

Seorang ibu yang duduk di seberang mereka mengajak mereka bercakap. Rupanya memang kedua anak itu terbiasa berangkat dan pulang sekolah bersama-sama tanpa diantar orangtuanya. Bahkan sang Kakak juga harus bertanggungjawab untuk memastikan si Adik juga sarapan pagi dengan baik. Dan tanggungjawab itu pun harus dilakukanya di atas Mikrolet! Sesuatu yang mungkin sulit dilakukan oleh seorang ibu sekalipun. Sayangnya, pertanyaan-pertanyaan belum terjawab ketika dua anak itu harus turun di sekolah mereka daerah sekitar Jalan Bungur, Kebayoran Lama.

Saya lalu teringat akan cerita anak saya tentang kekonyolan salah seorang teman sekelasnya (kelas 2 Sekolah Dasar) yang terpaksa harus "pup" di sekolah, berteriak-teriak sedemikian rupa memanggil "Mbak"-nya karena tidak bisa --maaf-- cebok sendiri. Juga beberapa temannya yang kalau makan siang masih disuapi oleh "Mbak"-nya masing-masing. Padahal, usia mereka nyaris sama dengan si Kakak dalam Mikrolet di atas. Sedemikian kontras.

Betapa pun kita tidak bisa membandingkan begitu saja teman-teman anak saya ini dengan dua anak penumpang Mikrolet di atas --karena memang hidup dan kehidupan yang mereka jalani berbeda-- tetapi jelas ada sesuatu yang sangat mendasar dan universal harus kita pahami di sini. Bahwa bagaimana pun seorang anak harus belajar melakukan tanggungjawabnya sejak kecil. Bukan berarti membebani dengan pekerjaan dan tugas yang sebenarnya menjadi porsi orangtua seperti apa yang dilakukan Si Kakak dalm Mikrolet di atas, tetapi cukup berlatih untuk bertanggungjawab dengan kebutuhan dan kehidupannya kebutuhan mereka sendiri. Bukankah sangat tidak wajar, anak usia 7 tahun masih harus dibantu --maaf-- cebok atau disuapi ketika makan?

Ada dua jalan bagaimana kita bisa menjadi menjadi manusia yang bertanggungjawab. Pertama, membiasakannya sejak kecil; atau kedua, situasi dan keadaaan yang memaksa kita melakukannya.

Selamat pagi dan selamat bekerja n

Asli

"Seperti sebuah handphone, Anda bisa berganti-ganti "casing". Tetapi siapa Anda sesungguhnya bukan ditentukan oleh "casing" yang Anda pakai."

Perkembangan kosmetika wajah sedemikian dahsyat. Untuk wilayah yang luasnya tak lebih dari 80 sentimeter persegi itu manusia mempertaruhkan milyaran dollar untuk berbagai macam bentuk bisnis industri kosmetika dan alat kecantikan. Mulai dari alas bedak, lipstik, sampai eye-shadow. Jujur --terutama kaum perempuan-- berapa persen gaji Anda tiap bulan tersedot untuk urusan poles-memoles wajah ini?

Inikah potret manusia modern? Atau ini memang kecenderungan dasar manusia yang semakin hari semakin dimantapkan oleh kemajuan pemikiran dan tehnologi? Para wanita jaman dulu cukup menggunakan minyak cem-ceman untuk menghitamkan rambut. Sekarang cat rambut menjadi pilihan yang lebih masuk akal.

Terlepas dari keberadaan industri kosmetika itu sendiri, agaknya manusia memang tidak bisa (dan tidak biasa) tampil apa adanya. Ketika flex wajah mulai muncul secara tergopoh-gopoh kaum perempuan menutupinya dengan alas bedak tebal, kalau tidak pergi ke special treatment. Kalau rambut mulai muncul uban, cat rambut pun menjadi penyelamat.

Dan itu tidak hanya terjadi dalam hal urusan penampilan fisik. Manusia juga banyak mengenakan "topeng-topeng" untuk menutupi (baca: menyembunyikan) perilaku negatif mereka. Orang banyak bermain sandiwara. Kepalsuan di mana-mana.

Oleh sebab itu tidak heran kalau saya yang jarang nonton tivi tiba-tiba terpaku kepada sebuah tontonan reality show yang bertajuk Taxicab Confession. Sebuah program serial panjang jaringan televisi kabel HBO yang mengetengahkan rekaman genuine para penumpang taksi yang diambil dari kamera tersembunyi. Serial itu telah merekam banyak percakapan dan perilaku apa adanya para penumpang taksi, apakah itu sekedar omongan biasa, gosip, isu politik, SARA, masalah seksual dan bahkan aksi-aksi ekstrem para penumpang taxi dengan acting dan angle yang benar-benar asli. Tentu para penumpang kemudian diberitahu bahwa mereka telah direkam dan diminta untuk menandatangani persetujuan untuk disiarkan. Sopir yang dipilih adalah "aktor" yang bisa memainkan perannya untuk mengarahkan dan menggiring pembicaraan atau bahkan mengkonfrontirnya mereka secara alami. Hasilnya luar biasa. Dalam sebuah episode saya melihat kisah penuturan penderitaan penjaja seks komersial waria yang diceritakan secara gamblang kepada "sopir taksi" yang tak lain adalah host acara itu. Begitu asli, begitu alami, dan sungguh-sungguh merupakan dokumentasi kehidupan riil manusia, tanpa "topeng-topeng"-nya.

Tetapi saya sadar kemudian, betapa pun rekaman yang disuguhkan itu asli, itu hanyalah sebuah tontonan. Di luar kotak ajaib televisi itu, bahkan di luar acara Taxicab Confession itu, manusia masih (dan akan selalu) sibuk dengan "topeng-topeng"-nya. Termasuk saya barangkali. Tidak tahu, berapa banyak "topeng-topeng" yang kita miliki ... dan kapan kita rela menanggalkan serta membuangnya satu per satu. Yang diperlukan hanya satu: keteguhan dan rasa percaya diri yang kuat.

Selamat pagi dan selamat bekerja n

Tips

"Kebanyakan orang memberikan tips sebagai apresiasi terhadap pelayanan yang telah dilakukan seseorang, tetapi sebagian orang menjadikannya sebagai alat kekuasaan."

Dalam perjalanan pulang dari San Jose, California saya harus transit beberapa jam di Los Angeles. Saya putuskan untuk mengisi waktu dengan mengikuti satu program city tour yang banyak ditawarkan operator wisata di sana. Lumayan mahal karena saya harus membayar lima puluh delapan dollar hanya untuk tur selama beberapa jam.

Pemandu wisata yang sekaligus pengemudi van yang membawa kami keliling terlihat sangat professional. Pria negro yang mengaku bekerja hanya beberapa jam seminggu itu adalah pensiunan polisi. Tak heran kalau ia hapal benar dengan seluk beluk kota LA, termasuk daerah-daerah rawan. Sejak kami berangkat ia tak pernah berhenti bicara. Dengan gayanya yang kocak kami dibawa keliling dari Marina del Ray pelabuhan terbesar pehobi kapal boat, Hollywood, Beverly Hills sampai Farmers Market.

Ada sesuatu yang menarik perhatian saya dari Mike --demikian panggilan pemandu wisata itu-- karena berulangkali ia menyebut-nyebut soal tips. Ini dilakukannya di sela-sela obrolan santainya mengenai kota LA. "Seperti yang kalian baca di atas ini," katanya sambil terkekeh dan menunjuk sticker berukuran 10 x 20 cm yang tertempel di atas kaca depan van itu, "Fifteen percent grattitude is appreciated ... Kalian adalah tamu saya, dan saya memberikan yang terbaik for this great city tour!" tambahnya tanpa tedeng aling-aling. Saya memang pernah mendengar soal "keharusan" memberikan tips di Amerika Serikat, tetapi saya tidak pernah menyangka bahwa mereka begitu terbuka dan terus terang membicarakannya.

Ketika tur selesai, satu per satu penumpang turun. Sambil mengucapkan terimakasih, mereka masing-masing memberikan tips kepada Mike. Tetapi di antara penumpang yang turun sebelum saya, terlihat sepasang suami isteri Asia berusia sekitar lima puluhan tahun tidak memberikan apa pun ke Mike, selain ucapan "Thank you!" dengan pronounciation yang cadel. Tanpa saya duga, Mike --tetap dengan gayanya yang khas-- memanggil kedua suami-isteri itu. "Hey, do you guys enjoy my tour? Are you happy?" tanya Mike. Tetapi suami isteri itu saya lihat hanya tersenyum "Something wrong with me ... or ... okay tidak apa-apa, have a good trip!" sambungnya sambil melambaikan tangan tanda good bye ketika melihat reaksi kedua suami-isteri itu cuma tersenyum-senyum di pintu.

Mungkinkah suami-isteri itu tidak memahami bahasa Inggris? Apakah mereka juga tidak bisa membaca tulisan yang ditunjuk Mike yang jelas-jelas menganjurkan peserta tour untuk memberikan tips? Apakah mereka tidak terbiasa memberikan tips? Dari negara manakah mereka? Mungkinkah mereka manusia super pelit? Ataukah mereka tidak mempunyai dollar lagi di kantongnya? Banyak pertanyaan muncul di benak, ketika saya turun. Dan pengalaman itu terbawa ketika saya sudah di atas pesawat.

"Lain lubuk, memang lain ikannya." kata saya dalam hati. Kalau di Amerika soal tips sedemikan terus-terang, di Indonesia sosoknya malah antara ada dan tiada. Ia justru menjadi momok bagi sementara orang, tetapi menjadi senjata paling efektif bagi orang-orang berduit yang malas. Tidak percaya? Kendarailah Mercedes atau BMW, dan masuklah ke pelataran parkir Mal "Anu" di Jakarta (sengaja tidak saya sebutkan terus terang), kedipkan lampu dua kali, maka petugas parkir akan memberikan ruang parkir terdekat. Tentu Anda harus mengeluarkan lembar lima ribuan sebagai tips untuk ini. Tetapi cobalah Anda masuk dengan kendaraan yang "biasa". Sepuluh kali Anda mengedipkan lampu, tak akan digubris petugas parkir.
Tipis sekali memang perbedaan antara tips sebagai alat apresiasi dan tips sebagai alat kekuasaan. Kalau di Amerika orang memang terbiasa memberikan tips sebagai tanda penghargaan, di Indonesia tips adalah alat kekuasaan. Itu sebabnya, Mal Pondok Indah di Jakarta Selatan perlu memasang tanda "DILARANG MEMBERIKAN TIPS" di area tempat parkirnya. Mereka khawatir service level petugas parkir menjadi korban kekuasaan dan "terbeli" oleh kaum berduit.

Sebenarnya tidak salah Anda memberikan tips, tetapi Anda harus yakin, dengan maksud apa Anda memberikannya. Karena itulah yang membedakan tips Anda layak diberikan atau tidak.
Selamat pagi dan selamat bekerja n

Tulisan terbaru lightbreakfast juga bisa Anda dapatkan melalui layanan email langsung dengan cara subscribe melalui panel Google Group yang tersedia di bagian bawah halaman ini.
© 2006, 2007 Setya Rahadi. Lightbreakfast, adalah catatan perenungan pribadi dengan pesan-pesan singkat, universal dan konstruktif untuk teman minum kopi di pagi hari. Layaknya fast-food, silahkan menyantapnya di tempat atau mengunduh - take away isi blog ini sesuka Anda. Cantumkan sumber apabila Anda mengutip dan mengirimkan ke pihak lain. Kisah-kisah yang dituliskan dalam lighbreakfast diilhami oleh penggalan kisah nyata sehari-hari, dengan penyesuaian seperlunya. Kadang nama tempat atau nama orang ditulis apa adanya, tetapi dalam banyak hal, untuk kepentingan privacy, nama tempat atau nama orang tidak disebutkan secara gamblang. Nama samaran banyak dipakai demi enaknya cerita. Mohon maaf untuk kesamaan tokoh, tempat dan cerita yang mungkin terjadi.