Anak perempuan saya, entah kenapa menyukai olahraga sepakbola. Ia tak pernah kehilangan semangat untuk cerita soal tim sepakbola-nya di sekolah (jangan dibayangkan seperti klub bola sungguhan, karena yang ia ceritakan adalah permainan mereka sewaktu istirahat sekolah). Apa yang ia sampaikan tak kalah dengan ulasan komentator profesional di televisi. Cara ia menganalisa kekuatan dan kelemahan lawan, bagaimana menyusun komposisi dan strategi menyerang berdasarkan kekuatan tim yang ia miliki, benar-benar yak-yako. Hebatnya, tim yang ia pimpin mayoritas cowok.
"Hari ini Asa menang tiga kosong melawan tim Aldo, Pa!" katanya suatu ketika dengan pakaian basah penuh keringat, rambut acak-acakan dan tali sepatu terburai nggak karuan.
"Oh ya? Hebat dong."
"Tahu nggak kenapa Pa? Asa tahu sekarang kelemahan Kristin ..." anak yang disebut Asa ini cewek tetapi mempunyai tubuh yang bongsor. Sebelumnya ia pernah cerita tentang anak itu, bahwa banyak teman-teman satu timnya, cowok maupun cewek, yang kesulitan menghadang dan mengimbangi permainannya.
"Ternyata, kekuatannya ada di kaki kirinya! Makanya kalau dia menyerang selalu dari sisi kiri. Asa bilang sama anak-anak supaya diusahakan bola digiring di sisi kanan dia ... berhasil. Tak berkutik dia, nggak pernah bikin gol!"
"Oh ya?"
"Terus ada lagi Pa."
"Apa itu?"
"Marco, kiper Asa, kali ini mengalami kemajuan pesat."
"Emang kenapa?" saya berusaha meladeni omongannya, meski kadang-kadang merasa geli memperhatikan tingkahnya.
"Dia itu sangat takut sama tendangan Aldo."
"Emang kenapa tendangan Aldo?"
"Dia itu super Pa! kalau menendang ... keras buanget Pa!"
"Kiper kan nggak boleh takut bola?"
"Itu dia Pa!"
"Jadi apa yang kamu lakukan?"
"Asa kasih tahu dia, supaya konsetrasi. Yang penting lihat bolanya, bukan siapa yang menendangnya ... buktinya, dia berhasil tidak kebobolan ..."
"Hm, hebat juga kamu!" dalam hati saya mencatat kata-katanya.
Di luar permainan bola, dalam praktek kehidupan sehari-hari, apa yang Asa katakan itu sangat relevan. Seringkali kita merasa keder, minder atau takut untuk memulai sesuatu karena kita sebenarnya risau terhadap 'siapa' yang akan kita hadapi, bukan fokus kepada persoalan atau masalah itu sendiri. Kita terlalu khawatir terhadap banyak hal sehingga justru kehilangan energi untuk mengerti dan memahami masalah, apalagi lalu menemukan solusi yang tepat. Oleh sebab itu jangan terlalu risau terhadap 'siapa' yang kita hadapi, tetapi fokuslah terhadap apa yang kita kerjakan. Lihat bolanya, bukan siapa yang menendangnya, kata Asa.
Selamat pagi dan selamat bekerja n