Google Groups Untuk berlangganan 'lightbreakfast', silahkan masukkan alamat email Anda dan klik tombol 'Berlangganan' sekarang!
Email:
Browse Archives at groups.google.com

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Tumben

"Akan ada banyak hal yang tidak biasa dalam hidup. Yang diperlukan bukan lah membiasakannya, tetapi berlatih untuk bisa menghadapinya."

Ada beberapa hal yang tidak biasa saya alami pagi ini. Anak perempuan saya tumben-tumbennya sudah rapi dengan baju seragam sekolahnya ketika saya bangun. Padahal boro-boro rapi, bangun pun harus diopyak-opyak. Tumben pula petugas satpam perumahan di mana saya tinggal hari ini tidak kelihatan. Padahal, biasanya salah seorang dari mereka selalu berdiri di depan gerbang serta melambaikan tangan dengan gaya mereka yang khas. Saya merasa ada hal yang tidak biasa juga ketika saya menyadari bahwa jalan tol Serpong-Bintaro yang saya lewati pagi hari ini juga terasa lengang. Yang lebih mengherankan, petugas pintu tol Pondok Pinang pagi hari itu --dan hanya pagi hari itu sepanjang yang saya catat sampai hari ini-- melempar senyum sambil menyapa, "Pagi Pak!" sebelum menerima karcis dan pembayaran dari saya.

Ada apakah hari ini gerangan? Saya jadi bertanya-tanya. Mungkinkah ini merupakan tanda-tanda, firasat atau sesuatu yang mengawali sebuah peristiwa besar? Atau, apakah saya yang terlalu sensitif? Bahwa ketidakbiasaan yang saya alami sebenarnya hal yang biasa-biasa saja? Dengan kata lain, saya lah yang tidak biasa dari biasanya. Begitu kah?

Tetapi tidak juga. Karena kembali saya harus menjadi saksi kejadian yang masuk kategori di luar kebiasaan. Entah kenapa, jalanan yang membelah antara Plaza Semanggi, Universitas Atma Jaya, Rumah Sakit Jakarta dan Apartemen Aston tiba-tiba bisa menghentikan ratusan kendaraan yang lewat. Padahal waktu baru menunjukkan pukul 07.27 WIB. Kemacetan itu bahkan menyebabkan kendaraan dari arah Gatot Subroto yang masuk Plaza Semanggi dan keluar kembali di samping Universitas Atma Jaya terhenti juga. Saya lihat wajah-wajah cemas bertebaran di balik kaca sambil bergumam penuh tanda tanya. Saya bukan pembaca bibir yang baik, tetapi jelas gerakan bibir mereka rata-rata berbunyi, "Ada apa sih?", "Ngak biasanya begini ..." dan sejenisnya.

Usut punya usut penyebabnya ternyata jalanan di depan Apartemen Aston sedang dicor dengan semen di salah satu sisinya. Pinter tenan! Pagi-pagi begini kok bisa-bisanya dengan sengaja melakukan pekerjaan pengecoran jalan. Alhasil, kemacetan terjadi luar biasa!

Manusia Jakarta sudah terbiasa dengan kemacetan. Tetapi membiasakan untuk menjadi biasa ternyata tidaklah cukup. Terbukti sedikit kemacetan (bukan bencana besar) pagi hari ini telah membuat kepanikan yang tidak perlu. Akan ada banyak peristiwa dalam hidup di luar kebiasaan yang mungkin terjadi. Oleh sebab itu siap dan bisa menghadapi hal yang tidak biasa adalah faktor penting yang harus terus dilatih.

Selamat pagi dan selamat bekerja n

Sampah

"Kita semua kelak bisa menjadi 'orang tua' yang baik tetapi jarang dari kita yang bisa menjadi 'orangtua' yang baik."

Di perempatan lampu merah Pondok Indah, hari Rabu pagi, 22 Nevember 2006, pukul 6:28 WIB, Suzuki Minibus APV berwarna biru merangsek pelan di depan mobil kami. Berhenti karena lampu merah menyala. Mendadak kaca pintu samping kanan pelan terbuka dan dari balik kaca muncul plastik bekas bungkus makanan dilempar keluar oleh penumpang di dalamnya. Astaga! Secara reflek saya membunyikan klakson dua kali, memprotes tindakan penumpang APV yang membuang sampah sembarangan itu. Isteri dan anak saya pun tak kurang kagetnya. Maklum, kami semua memang termasuk orang yang tak pernah bisa rela melihat orang membuang sampah sembarangan.

Belum lagi hilang kekagetan kami, mendadak muncul sebuah tangan dari balik kaca jendela mobil itu, mengacungkan jari telunjuk tengahnya ke arah kami. Astaganaga! Kekagetan kami berlipat ganda. Saya dan isteri berpandangan dengan ekspresi muka amit-amit jabang bayi! Makhluk apakah gerangan yang ada di dalam mobil Suzuki APV itu? Kalau pun manusia, bagaimana mungkin ia bisa melakukan itu? Membuang sampah dari atas kendaraan seenaknya?Kemudian justru tega mengacungkan telunjuk jari tengahnya ke atas, ketika kami peringatkan? Waduh, sudah sedemikian parahnya sikap mental manusia Jakarta ini ...

Kami tidak bisa melihat wajah manusia-manusia di dalam kendaraan itu. Bahkan ketika kami menyalipnya. Kaca terlalu gelap untuk bisa melihat ke dalam kendaraan. Tetapi kalau melihat ukuran tanggannya, kami menduga tangan itu bukan milik orang dewasa. Jadi saya pribadi ada sedikit perasaan maklum karena yang melakukannya mungkin anak-anak. Namun demikian isteri saya bersikap berbeda. Justru karena dia masih anak-anak, etiket sepele membuang sampah harus diajarkan oleh orangtuanya dengan benar. Siapa orangtua anak itu? Orangtua macam apa yang memperbolehkan anak (at least tidak pernah melarang atau wanti-wanti kepada anak-anaknya) membuang sampah sembarangan? Apakah mereka tidak mampu beli kotak sampah untuk mobil mereka? Mereka toh bukan dari kalangan yang tidak berpendidikan? Paling tidak dari ukuran kendaraan yang dipakai ... isteri saya terus mempertanyakannya. Sebenarnya siap enggak sih mereka jadi orangtua?

Pertanyaan terakhir isteri itu yang menggelitik pemikiran saya. "Siapkah mereka menjadi orangtua?" merupakan pertanyaan sangat relevan dipertanyakan kepada pasangan-pasangan muda sekarang. Meskipun bisa diduga kebanyakan jawabannya, "Siap!" kenyataannya, dalam hal-hal sepele (seperti soal kedidisiplinan membuang sampah anak-anak kita) menunjukkan ketidaksiapan kita menjadi orangtua. Kita gagal menjadi orangtua karena tidak bisa mentransformasikan nilai-nilai etika standar yang paling universal ke anak-anak.

Oleh sebab itu, bagi pasanngan muda yang hendak menikah, saya ingatkan bahwa menjadi "orangtua" itu berbeda dengan hanya sekedar menjadi "orang tua". Kita semua akan menjadi "orang tua" baik nantinya, tetapi tidak semua dari kita bisa menjadi "orangtua" yang baik. Bukankah ketika kita menikah kebanyakan dari kita memang belum pernah punya pengalaman menjadi orangtua? Kebanyakan pasangan muda sekarang put much effort untuk hal-hal seremonial belaka dan justru lupa bahwa pernikahan dan being a parent membutuhkan tanggungjawab besar.

Selamat pagi dan selamat bekerja n

Cukup (2)

"For the love of money is a root of all evils - akar dari semua kejahatan adalah cinta uang." - Timothy Book

Kapan Anda terakhir mengucapkan kata "cukup"? Kemarin, seminggu lalu, sebulan, atau sometimes di tahun yang sudah kita lewati?

Jujur, kita lebih gampang untuk mengatakan cukup, manakala sesuatu terjadi tidak sesuai dengan keinginan kita atau kita tidak confortable untuk menjalaninya. Lihatlah di sinetron-sinetron, adegan kekerasan dan penyiksaaan biasanya dilengkapi dengan teriakan "Cukuup! cukup!" dari si korban. Atau Anda tidak suka dengan polah anak yang keterlaluan, Anda akan menghardik dengan kata-kata, "Cukup Aldo!" dan seterusnya.

Jarang kita mengatakan cukup, kalau sesuatu yang enak sedang berlangsung. Paling-paling Anda akan bilang, "Cukup," bila ditawarkan tambahan minuman atau makanan dan Anda merasa sudah kenyang. Kata cukup yang Anda katakan pun sebagai bentuk reaksi dan antisipasi akan ketidaknyamanan yang mungkin terjadi, yaitu kekenyangan.

Kutipan hari ini mengingatkan bahwa manusia tidak pernah merasa cukup dengan uang. Kecepatan keinginan dan kebutuhan melampaui kecepatan kemampuan dan pendapatan kita, sehingga kita tid ak pernah merasa cukup. Padahal rasa tidak cukup akan membawa kita kepada orientasi prioritas dan passion kita terhadap sesuatu yang dapat menaikkan daya beli yaitu uang. Padahal lagi, "cinta uang" merupakan akar segala kejahatan.

Kapan Anda merasa cukup? Selamat bekerja n

Merdeka

"Penjajahan terbesar dalam hidup kita adalah berupa kebohongan terhadap diri sendiri. Hanya roh kebenaran yang akan memerdekakan kita."

Seorang pegawai sebuah hypermarket menceritakan suka-dukanya sebagai customer services di perusahaan itu. Terutama bagaimana menghadapi para pelanggan. "Orang itu memang macam-macam!" katanya.

Memang. Kita barangkali tidak akan pernah menyangka atau berharap tetangga dan saudara kita berperilaku aneh-aneh dalam keseharian mereka, tetapi ketika mereka dihadapkan / ditantang soal kebutuhan hidup atau harga diri, maka saya yakin perilaku "mengejutkan" akan muncul. Bukankah karakter dasar seseorang akan mendorong perilaku yang berbeda ketika mereka sedang dalam pressure atau tersentuh ego-nya?

Seorang ibu misalnya, tiba-tiba meledak luar biasa marahnya ketika tahu barang yang ia beli tidak ada lagi di stock kecuali yang ada di display. "Nggak usah jualan kalau nggak ada barangnya!" katanya. Kenapa sih harus sampai marah sebegitu heboh? Atau, seorang ibu lainnya yang juga mencak-mencak gara-gara merasa dikubuli oleh kalimat promosi "BELI SATU DAPAT DUA" yang dipasang di koran, promotion catalog dan poster di sepanjang gerai. "#%$#* !! Lain kali tulis yang benar. Beli satu bonus satu! Kalau bilang beli satu dapat dua, ya harus dikasih tiga dong!" katanya sengit. Belum lagi pelanggan yang sangat super cermat terhadap perbedaan harga antara yang ditempel di display dengan yang tertera di struk pembelanjaan. Bahkan ada juga pembeli yang hobby-nya menukar-nukar barang yang sudah dibeli dengan alasan yang dicari-cari.

Orang bisa melakukan sesuatu yang "aneh-aneh" --paling tidak menurut norma umum yang berlaku-- lebih dikarenakan rasa kekawatiran dan ketakutannya sendiri. Sayangnya, ketakutan terhadap apa, kadang tidak sepenuhnya bisa dijelaskan. Untuk memberikan kenyamanan mereka mengkompensasinya dengan perwujudan perilaku mereka yang sebenarnya merupakan penipuan besar terhadap diri mereka sendiri. Mereka --karena kekuatiran dan ketakutannya-- tidak bisa bersikapapa adanya. Mereka membohongi diri sendiri dengan berbagai macam bentuk perilakunya.

Kita semua sedang mengalami penjajahan terbesar dalam hidup. Hanya roh kebenaran yang dapat membebaskan kita. Seperti pasukan perdamaian PBB, undang roh kebenaran itu masuk ke dalam hati kita, dan biarkan ia bekerja. Maka kita akan menjadi manusia merdeka.

Dirgahayu Indonesia. Merdeka! n

Panggung

"Seperti seorang penari di depan ribuan penonton, melakukan yang terbaik bukanlah sebuah pilihan, tetapi keharusan."

Seorang ibu mengeluh karena anaknya yang baru kelas 3 SD bermental minimalis. "Itu anak emang! Nggak ngerti saya harus bagaimana ..." keluhnya kepada ibu yang lain.
"Kasih dong rewards kalau berprestasi." ibu yang lain menyahut.
"Kurang apa sih dia?! Mainan juga nggak kurang, jalan-jalan juga sering!"
"Kurang ajar sih enyak-nya ..." sahut ibu yang lain disambut tawa riuh.

Tidak hanya anak-anak, manusia dewasa pun banyak yang bersikap minimalis. Nyaris tidak ada gairah untuk mencapai sesuatu yang lebih. Boro-boro lebih, karena untuk mencapai hal yang sewajarnya saja nggak ada semangat. "Ngapain sih susah-susah, gini aja oke kok. Orang lain nanti yang malah yang dapet enaknya." begitu barangkali alasan meraka.

Padahal, kata Purnawan EA, seorang pembicara yang sudah puluhan tahun menggeluti bidang hypnotherapy dan mental game, sikap yang demikian itu justru akan berdampak negatif terhadap dirinnya sendiri. Bukan orang lain atau siapa pun yang berhubungan dengannya. Kita semua ini ibarat penari yang tampil di atas panggung dengan ribuan penonton. Menari dengan baik adalah sebuah keharusan, bukan sekedar pilihan. Karena kalau kita tampil jelek, maka yang akan mendapatkan cemoohan adalah kita sendiri, bukan panggungnya, bukan MC-nya.

Nah, betapa pun Anda merasa lelah, jenuh, memendam perasaan kecewa yang mendalam untuk "panggung" pekerjaan, role and responsibility yang Anda pegang saat ini, ingatlah bagaimana pun Anda sedang berada di atas panggung dengan ribuan penonton di depan mata. "Menarilah" dengan sebaik-baiknya.

Selamat pagi dan selamat bekerja n

Tanggungjawab (2)

"Dua jalan untuk menjadi manusia yang bertanggungjawab: membiasakannya sejak kecil atau menunggu sampai keadaan memaksanya."

"Adek maem ya?"
"Nggak mau!"
"Kakak juga makan nih, disuapin ya?"
"Nggak mau!"
"Nanti waktunya habis lho."
"Ntar ah!"
"Mbak bilangin ibu kalau Adek nggak mau makan!"
Mendengar kata-kata sakti sang Kakak ini, si Adik yang semula tak bergeming mulai beringsut untuk membuka mulutnya dan menerima suapan dari sang Kakak. Satu dan dua suapan berhasil masuk, tetapi pada suapan ketiga si Adik mulai bertingkah kembali.
"Cukup ah!"
"Lho, baru dua suap ... empat suap lagi deh!"
Seterusnya kakak beradik itu makan bersama dari satu tempat bekal yang sama. Bergantian sang kakak menyuapkan nasi dan potongan sosis goreng diujungnya untuk dirinya sendiri, kemudian ia juga menyuapi adik laki-lakinya yang duduk persis disebelahnya.

Sampai di sini barangkali kita tidak merasakan sesuatu yang istimewa dari apa yang dilakukan dua anak itu. Tetapi bila Anda tahu bahwa adegan itu dilakukan oleh kakak beradik yang masih berusia 7 dan 5 tahun, dengan seragam dan tas sekolah lengkap, serta dilakukannya di atas Mikrolet, Anda pasti akan berpikir lain.

Kedua anak itu naik sebuah Mikrolet trayek Lebak Bulus - Kebayoran Lama dari Pondok Pinang di suatu pagi antara pukul 5:45 sampai 6:30 an WIB. Seperti biasa mereka berangkat ke sekolah di daerah Bungur, Kebayoran Lama bersama-sama tanpa diantar atau dijemput orangtuanya. Menilik seragam sekolah dan topi yang mereka kenakan, si kakak perempuan kira-kira kelas dua SD dan adik laki-lakinya masih di Taman Kanak-kanak.

Luar biasa. Sebagian penumpang yang mayoritas ibu-ibu seolah menahan napas haru, ketika harus melihat adegan kedua anak ini di sepanjang perjalanan. Sang Kakak begitu telatennya menyuapi si Adik dan sang Adik pun, meski kelihatan tidak selera makan tetapi menuruti perkataan sang Kakak. Apakah mereka masih punya orangtua? Lalu kenapa mereka membiarkan anak-anak sekecil ini berangkat sekolah dan pulang dengan kendaraan umum sendirian?

Seorang ibu yang duduk di seberang mereka mengajak mereka bercakap. Rupanya memang kedua anak itu terbiasa berangkat dan pulang sekolah bersama-sama tanpa diantar orangtuanya. Bahkan sang Kakak juga harus bertanggungjawab untuk memastikan si Adik juga sarapan pagi dengan baik. Dan tanggungjawab itu pun harus dilakukanya di atas Mikrolet! Sesuatu yang mungkin sulit dilakukan oleh seorang ibu sekalipun. Sayangnya, pertanyaan-pertanyaan belum terjawab ketika dua anak itu harus turun di sekolah mereka daerah sekitar Jalan Bungur, Kebayoran Lama.

Saya lalu teringat akan cerita anak saya tentang kekonyolan salah seorang teman sekelasnya (kelas 2 Sekolah Dasar) yang terpaksa harus "pup" di sekolah, berteriak-teriak sedemikian rupa memanggil "Mbak"-nya karena tidak bisa --maaf-- cebok sendiri. Juga beberapa temannya yang kalau makan siang masih disuapi oleh "Mbak"-nya masing-masing. Padahal, usia mereka nyaris sama dengan si Kakak dalam Mikrolet di atas. Sedemikian kontras.

Betapa pun kita tidak bisa membandingkan begitu saja teman-teman anak saya ini dengan dua anak penumpang Mikrolet di atas --karena memang hidup dan kehidupan yang mereka jalani berbeda-- tetapi jelas ada sesuatu yang sangat mendasar dan universal harus kita pahami di sini. Bahwa bagaimana pun seorang anak harus belajar melakukan tanggungjawabnya sejak kecil. Bukan berarti membebani dengan pekerjaan dan tugas yang sebenarnya menjadi porsi orangtua seperti apa yang dilakukan Si Kakak dalm Mikrolet di atas, tetapi cukup berlatih untuk bertanggungjawab dengan kebutuhan dan kehidupannya kebutuhan mereka sendiri. Bukankah sangat tidak wajar, anak usia 7 tahun masih harus dibantu --maaf-- cebok atau disuapi ketika makan?

Ada dua jalan bagaimana kita bisa menjadi menjadi manusia yang bertanggungjawab. Pertama, membiasakannya sejak kecil; atau kedua, situasi dan keadaaan yang memaksa kita melakukannya.

Selamat pagi dan selamat bekerja n

Asli

"Seperti sebuah handphone, Anda bisa berganti-ganti "casing". Tetapi siapa Anda sesungguhnya bukan ditentukan oleh "casing" yang Anda pakai."

Perkembangan kosmetika wajah sedemikian dahsyat. Untuk wilayah yang luasnya tak lebih dari 80 sentimeter persegi itu manusia mempertaruhkan milyaran dollar untuk berbagai macam bentuk bisnis industri kosmetika dan alat kecantikan. Mulai dari alas bedak, lipstik, sampai eye-shadow. Jujur --terutama kaum perempuan-- berapa persen gaji Anda tiap bulan tersedot untuk urusan poles-memoles wajah ini?

Inikah potret manusia modern? Atau ini memang kecenderungan dasar manusia yang semakin hari semakin dimantapkan oleh kemajuan pemikiran dan tehnologi? Para wanita jaman dulu cukup menggunakan minyak cem-ceman untuk menghitamkan rambut. Sekarang cat rambut menjadi pilihan yang lebih masuk akal.

Terlepas dari keberadaan industri kosmetika itu sendiri, agaknya manusia memang tidak bisa (dan tidak biasa) tampil apa adanya. Ketika flex wajah mulai muncul secara tergopoh-gopoh kaum perempuan menutupinya dengan alas bedak tebal, kalau tidak pergi ke special treatment. Kalau rambut mulai muncul uban, cat rambut pun menjadi penyelamat.

Dan itu tidak hanya terjadi dalam hal urusan penampilan fisik. Manusia juga banyak mengenakan "topeng-topeng" untuk menutupi (baca: menyembunyikan) perilaku negatif mereka. Orang banyak bermain sandiwara. Kepalsuan di mana-mana.

Oleh sebab itu tidak heran kalau saya yang jarang nonton tivi tiba-tiba terpaku kepada sebuah tontonan reality show yang bertajuk Taxicab Confession. Sebuah program serial panjang jaringan televisi kabel HBO yang mengetengahkan rekaman genuine para penumpang taksi yang diambil dari kamera tersembunyi. Serial itu telah merekam banyak percakapan dan perilaku apa adanya para penumpang taksi, apakah itu sekedar omongan biasa, gosip, isu politik, SARA, masalah seksual dan bahkan aksi-aksi ekstrem para penumpang taxi dengan acting dan angle yang benar-benar asli. Tentu para penumpang kemudian diberitahu bahwa mereka telah direkam dan diminta untuk menandatangani persetujuan untuk disiarkan. Sopir yang dipilih adalah "aktor" yang bisa memainkan perannya untuk mengarahkan dan menggiring pembicaraan atau bahkan mengkonfrontirnya mereka secara alami. Hasilnya luar biasa. Dalam sebuah episode saya melihat kisah penuturan penderitaan penjaja seks komersial waria yang diceritakan secara gamblang kepada "sopir taksi" yang tak lain adalah host acara itu. Begitu asli, begitu alami, dan sungguh-sungguh merupakan dokumentasi kehidupan riil manusia, tanpa "topeng-topeng"-nya.

Tetapi saya sadar kemudian, betapa pun rekaman yang disuguhkan itu asli, itu hanyalah sebuah tontonan. Di luar kotak ajaib televisi itu, bahkan di luar acara Taxicab Confession itu, manusia masih (dan akan selalu) sibuk dengan "topeng-topeng"-nya. Termasuk saya barangkali. Tidak tahu, berapa banyak "topeng-topeng" yang kita miliki ... dan kapan kita rela menanggalkan serta membuangnya satu per satu. Yang diperlukan hanya satu: keteguhan dan rasa percaya diri yang kuat.

Selamat pagi dan selamat bekerja n

Tips

"Kebanyakan orang memberikan tips sebagai apresiasi terhadap pelayanan yang telah dilakukan seseorang, tetapi sebagian orang menjadikannya sebagai alat kekuasaan."

Dalam perjalanan pulang dari San Jose, California saya harus transit beberapa jam di Los Angeles. Saya putuskan untuk mengisi waktu dengan mengikuti satu program city tour yang banyak ditawarkan operator wisata di sana. Lumayan mahal karena saya harus membayar lima puluh delapan dollar hanya untuk tur selama beberapa jam.

Pemandu wisata yang sekaligus pengemudi van yang membawa kami keliling terlihat sangat professional. Pria negro yang mengaku bekerja hanya beberapa jam seminggu itu adalah pensiunan polisi. Tak heran kalau ia hapal benar dengan seluk beluk kota LA, termasuk daerah-daerah rawan. Sejak kami berangkat ia tak pernah berhenti bicara. Dengan gayanya yang kocak kami dibawa keliling dari Marina del Ray pelabuhan terbesar pehobi kapal boat, Hollywood, Beverly Hills sampai Farmers Market.

Ada sesuatu yang menarik perhatian saya dari Mike --demikian panggilan pemandu wisata itu-- karena berulangkali ia menyebut-nyebut soal tips. Ini dilakukannya di sela-sela obrolan santainya mengenai kota LA. "Seperti yang kalian baca di atas ini," katanya sambil terkekeh dan menunjuk sticker berukuran 10 x 20 cm yang tertempel di atas kaca depan van itu, "Fifteen percent grattitude is appreciated ... Kalian adalah tamu saya, dan saya memberikan yang terbaik for this great city tour!" tambahnya tanpa tedeng aling-aling. Saya memang pernah mendengar soal "keharusan" memberikan tips di Amerika Serikat, tetapi saya tidak pernah menyangka bahwa mereka begitu terbuka dan terus terang membicarakannya.

Ketika tur selesai, satu per satu penumpang turun. Sambil mengucapkan terimakasih, mereka masing-masing memberikan tips kepada Mike. Tetapi di antara penumpang yang turun sebelum saya, terlihat sepasang suami isteri Asia berusia sekitar lima puluhan tahun tidak memberikan apa pun ke Mike, selain ucapan "Thank you!" dengan pronounciation yang cadel. Tanpa saya duga, Mike --tetap dengan gayanya yang khas-- memanggil kedua suami-isteri itu. "Hey, do you guys enjoy my tour? Are you happy?" tanya Mike. Tetapi suami isteri itu saya lihat hanya tersenyum "Something wrong with me ... or ... okay tidak apa-apa, have a good trip!" sambungnya sambil melambaikan tangan tanda good bye ketika melihat reaksi kedua suami-isteri itu cuma tersenyum-senyum di pintu.

Mungkinkah suami-isteri itu tidak memahami bahasa Inggris? Apakah mereka juga tidak bisa membaca tulisan yang ditunjuk Mike yang jelas-jelas menganjurkan peserta tour untuk memberikan tips? Apakah mereka tidak terbiasa memberikan tips? Dari negara manakah mereka? Mungkinkah mereka manusia super pelit? Ataukah mereka tidak mempunyai dollar lagi di kantongnya? Banyak pertanyaan muncul di benak, ketika saya turun. Dan pengalaman itu terbawa ketika saya sudah di atas pesawat.

"Lain lubuk, memang lain ikannya." kata saya dalam hati. Kalau di Amerika soal tips sedemikan terus-terang, di Indonesia sosoknya malah antara ada dan tiada. Ia justru menjadi momok bagi sementara orang, tetapi menjadi senjata paling efektif bagi orang-orang berduit yang malas. Tidak percaya? Kendarailah Mercedes atau BMW, dan masuklah ke pelataran parkir Mal "Anu" di Jakarta (sengaja tidak saya sebutkan terus terang), kedipkan lampu dua kali, maka petugas parkir akan memberikan ruang parkir terdekat. Tentu Anda harus mengeluarkan lembar lima ribuan sebagai tips untuk ini. Tetapi cobalah Anda masuk dengan kendaraan yang "biasa". Sepuluh kali Anda mengedipkan lampu, tak akan digubris petugas parkir.
Tipis sekali memang perbedaan antara tips sebagai alat apresiasi dan tips sebagai alat kekuasaan. Kalau di Amerika orang memang terbiasa memberikan tips sebagai tanda penghargaan, di Indonesia tips adalah alat kekuasaan. Itu sebabnya, Mal Pondok Indah di Jakarta Selatan perlu memasang tanda "DILARANG MEMBERIKAN TIPS" di area tempat parkirnya. Mereka khawatir service level petugas parkir menjadi korban kekuasaan dan "terbeli" oleh kaum berduit.

Sebenarnya tidak salah Anda memberikan tips, tetapi Anda harus yakin, dengan maksud apa Anda memberikannya. Karena itulah yang membedakan tips Anda layak diberikan atau tidak.
Selamat pagi dan selamat bekerja n

Kakek

"Kita memang tidak bisa memilih dari orangtua mana kita dilahirkan, tetapi bagaimana kita bersikap terhadap mereka sepenuhnya merupakan pilihan kita."

Kalau Anda melewati jalan Kartika Utama, Pondok Indah, di pagi hari, Anda akan menjumpai seorang kakek yang menjajakan papan cuci kayu di pinggir jalan, di antara rumah-rumah mewah di sana. Saya tertarik untuk selalu memperhatikannya karena hampir setiap hari ketika saya melewati jalan itu, ia terlihat setia menunggu pembeli. Pertanyaan yang selalu muncul dalam benak saya adalah, apakah laku? Siapa yang membeli? Apakah apakah masih ada rumah tangga --di sekitar Pondok Indah-- yang memerlukan papan cuci? Kalau pun masih, bukankah papan cuci plastik yang lebih bersih dan awet menjadi pilihan yang paling logis? Lalu, berapa nilai uang yang dihasilkan si Kakek ini? Sebandingkah dengan bahan dan kerja keras yang dilakukan untuk membuat papan-papan cuci kayu itu? Kenapa dalam usianya yang sudah senja si Kakek ini tetap bekerja dan berjualan? Di manakah keluarganya, adakah isteri dan anak-cucunya? Apakah semua yang ia lakukan memang hanya untuk mengisi hari-hari tuanya, supaya tetap ada kegiatan? dan seterusnya, dan seterusnya. Pertanyaan muncul silih berganti.

Sampai pada suatu pagi, ketika saya melewati tempat si Kakek berjualan, saya melihat ada sedikit perubahan. Nggak tahu kenapa, pagi itu si Kakek kelihatan lebih rapuh dan tidak seceria hari-hari sebelumnya. Ia terlihat kebingungan berdiri sendirian sambil memegangi pikulan kayunya. Karena lalu lintas ramai sekali, saya hanya bisa memperhatikan sekilas, dan terus berlalu mengejar waktu. Ada apakah gerangan?

Hari berikutnya saya kembali melewati jalan itu dan secara otomatis saya berusaha mencari tahu keadaan si Kakek. Di depan mobil saya ada sebuah sedan Toyota Altis yang berjalan agak pelan. Saya berusaha menyalib sedan itu, dengan harapan, pandangan saya tidak terhalang oleh kendaraan lain ketika sampai di lokasi si Kakek biasa berjualan. Agak sulit, karena sedan Altis itu agak tanggung posisinya. Baru setelah saya klakson beberapa kali, sedan itu meminggirkan posisinya ke kiri, sehingga saya bisa mendahuluinya dengan leluasa. Ketika saya lihat kesamping, oh, pantas! rupanya si pengemudi sedan itu mengemudikan kendaraannya sambil makan pagi! Hal yang biasa dilakukan para commuter, termasuk saya ketika berangkat kerja. Saya hanya bisa tersenyum kecut. "Yah, sesama bis kota nih orang!" kata saya dalam hati.
Tetapi senyum saya berangsur terhenti ketika saya kemudian mendekati lokasi si Kakek berjualan. Saya melihat pemandangan yang membuat saya trenyuh! Si Kakek penjual papan cuci itu sedang duduk di trotoar --lebih tepatnya rerumputan-- menghadap barang dagangannya, dan sedang disuapi oleh seorang wanita tua. Saya saya duga, wanita tua itu adalah istrinya yang sengaja menemaninya pagi itu!

Sambil tetap melaju mengemudikan kendaran, pikiran dan hati saya bergolak tidak keruan. Bayangan piring putih dan sendok yang disodorkan si wanita tua itu, serta adegan bagaimana si Kakek membuka mulutnya menerima suapan, terus menurus terbayang, bak keping DVD yang diputar berulang-ulang. Kontras sekali gaya sarapan pagi pengemudi Toyota Altis yang saya lihat sebelumnya. Perasaan saya campur aduk antara trenyuh, berbaur dengan rasa haru atas kemesraan mereka, tapi tetap penuh dengan tanda tanya besar akan beberapa hal yang selama ini belum terjawab. Siapa sebenarnya si Kakek itu? Apakah dia tidak sehat sehingga harus ditemani dan disuapi sang isteri? Kalau ya, kenapa dia tetap bersikeras untuk menjajakan papan cuci kayunya?

Sampai saya menuliskan "lightbreakfast" ini pikiran saya tetap penuh dengan tanda tanya besar. Dan pagi hari kemarin ketika saya melewati Pondok Indah itu kembali, saya tidak melihat mereka. Entah apa yang telah terjadi. Tetapi rangkaian pemandangan yang saya alami beberapa hari ini telah menyadarkan saya kembali akan perjuangan kedua orangtua saya (sekarang seusia dengan si Kakek dan isterinya) dalam membesarkan, membimbing dan mengarahkan saya hingga Tuhan mengijinkan saya menjalani kehidupan saya sekarang ini. Kita memang tidak bisa memilih dari orangtua mana kita dilahirkan, tetapi begaimana kita bersikap terhadap mereka sepenuhnya menjadi pilihan kita. Maka sesibuk dan sejauh apa pun tempat tinggal kita, sempatkanlah untuk tetap menghubungi orangtua kita di rumah. Sekedar sapaan, "Apa kabar Pak, sehat?" akan membuat hari-hari yang mereka lalui berbeda.

Apabila Anda kebetulan membaca "lightbreakfast" ini dan mengenal si Kakek yang saya ceritakan ini atau pernah membeli barang dagangannya, sampaikan salam saya. Siapa pun si Kakek, ia telah memberikanku pemahaman baru tentang orangtua saya.

Selamat pagi dan selamat bekerja n

Manipulasi

"Tidak batas untuk cita-cita, harapan dan keinginan. Satu-satunya batas adalah ketika Anda sudah kehilanngan realitas karenanya."

Dalam sebuah seminar karir yang diselenggarakan mahasiswa sebuah perguruan tinggi di Semarang, salah satu pembicara yang diundang mengatakan bahwa untuk berhasil dalam melamar pekerjaan, "Pencari kerja harus pintar-pintar memanipulasi resume atau cv!" Pernyataan ini dengan polos ditanggapi dengan sikap tanda tanya oleh sebagian peserta. Memanipulasi resume?

Dalam kesempatan seminar yang berbeda, penggunaan kata "manipulasi" juga sempat membuat peserta bingung. Seorang motivator yang berbicara seputar bagaimana menjadi pribadi efektif, menyarankan kepada para peserta untuk secara sistematis memanipulasi perilakunya. "Anda tidak akan menjadi pribadi yang sukses secara sosial apabila Anda malas memanipulasi kecenderungan dasar dari personality Anda!'

Kata "manipulasi" memang lebih banyak dihayati dan dimaknai sebagi sebuah tindakan negatif. Padahal, kata manipulasi yang berasal dari kata dalam bahasa Inggris, to manipulate berarti menggerakkan, memainkan, menggunakan, menyelewengkan, mendalangi. Yang dimaksud oleh kedua pembicara seminar tersebut di atas tentu bukan berarti manipulasi secara negatif. Memanupulasi resume berarti memberikan sentuhan-sentuhan tertentu kepada bentuk dan penyajian fakta tentang kita dalam resume yang kita buat. Bukankah setiap posisi atau pekerjaan membutuhkan kualifikasi yang berbeda? "Anda harus menyajikan fakta mengenai diri Anda sedemikian rupa, sehingga hal-hal yang menjadi requirement dari posisi yang Anda lamar, bisa ditonjolkan!" kata pembicara itu. Demikian juga yang dimaksud pembicara kedua tentang memanipulasi kecenderungan dasar, tak lebih merupakan ajakan untuk pandai-pandai membawakan diri dan menyesuaikan dengan lingkungan. Keterampilan ini memang sangat penting untuk menjadi pribadi yang efektif. Bukankah Anda tidak bisa serta merta ber ha-ha hi-hi di depan kerumunan orang yang baru Anda kenal, meskipun Anda termasuk orang yang mempunyai kecenderungan dasar extrovert?

Akan halnya, kamera yang diluncurkan oleh Hewlett-Packard Company di Amerika beberapa waktu lalu sempat membuat heboh dan mengusik ketenangan banyak orang. Kenapa? Perusahaan itu telah mengeluarkan seri kamera digital (HP Photosmart R967, http://www.hp.com/) dengan kemampuan built-in slimming. Dengan kamera itu Anda bisa membuat suami atau isteri Anda yang berbobot 80 kilogram menjadi pria atau wanita "baru" dengan bobot separohnya. Rupanya kamera itu telah dilengkapi dengan filter software sedemikian rupa sehingga bisa menghasilkan gambar seseorang dengan tubuh bongsor menjadi langsing bak peragawan dan peragawati! Sesuatu yang semula hanya bisa dilakukan dengan proses manipulasi di studio dengan photoshop atau software sejenisnya, sekarang langsung dilakukan di tempat dengan hanya membutuhkan satu tombol!

Gejala apa ini? Budaya manipulatif atau hanya sekedar guyon satire? Bisa jadi dua-duanya. Manusia memang cenderung manipulatif. Manipulasi positif seperti dua contoh di atas atau manipulasi negatif (dari soal nilai sampai manipulasi proyek) yang memang sudah menjadi bagian hidup kita sehari-hari. Bisa juga apa yang ditawarkan Hewlett-Packard itu kita tanggapi dan maknai sebagai sebuah sindiran getir terhadap kita semua umat manusia. Begitu terobsesi akan sesuatu yang ideal, wah, tetapi tidak bisa mencapainya. Yah, apa boleh buat kalau ada yang sebagian orang puas hanya dengan melihat foto diri yang super langsing, padahal aslinya sedemikian bongsor. Barangkali sebentar lagi ada software yang mampu memasukkan gambar kita ke dalam video sehingga seolah-olah kita menjadi tokoh Superman dan "memproduksinya" dalam sebuah keping DVD. Jika demikian, akan banyak orang yang kehilangan realitasnya.

Selamat pagi dan selamat bekerja n

(P)ujian

"Pujian perlu untuk membangun motivasi, tetapi pujian tidak mengajarkan sesuatu yang baru kepada kita."

Siapa yang tidak senang mendapatkan pujian atau penghargaan? Semua orang tentu suka dipuji atau merasa dihargai. Sekecil apa pun itu. Dalam teori psikologi positif, pujian dan penghargaan sangat diperlukan dalam membangun karakter positif seseorang dan lingkungannya. Pertama, pujian atau penghargaan akan sangat membantu dalam membangun kepercayaan diri seseorang. Jika Anda mempunyai anak kecil, cobalah biasakan untuk memberikan kata-kata positif berupa pujian atau sikap penghargaan terhadap suatu hal yang sudah mereka lakukan. Dorongan positif seperti itu akan memberikan penguatan serta pembentukan "pola permanen" dalam otak anak, sehingga kecenderungan positif akan muncul; yang seterusnya tentu akan membentuk perilaku positif anak pula. Bukankah lumba-lumba di Ancol yang begitu "cerdas" mengikuti perintah pelatih, sebenarnya merupakan hasil dari pembiasaan dalam memberikan penghargaan ini?

Kedua, pujian dan penghargaan yang Anda berikan kepada orang lain secara spontan dan "genuine" akan memberikan aura positif bagi lingkungan Anda. Kata-kata "Bagus!", "Wow, terimakasih!" akan sangat berarti bagi anak buah dan seluruh tim kerja Anda. Saya menyadari bahwa dalam kultur budaya kita, pemberian apresiasi ini masih "malu-malu" dilakukan. Berbeda misalnya bila Anda lihat dari teman-teman kita dari budaya barat umumnya, mereka lebih ekspresif dalammemberikan appresiasi. Misalnya lontaran kata-kata "Awesome!", "Perfect!", "Wonderful!", "Good job!" sering kita dengar.

Tetapi Anda juga perlu hati-hati dalam memaknai sebuah pujian. Dalam kata "pujian" terdapat kata "ujian" (dengan menghilangkan huruf "P" di depan). Artinya, bagi seseorang pujian justru bisa menjadi sebuah ujian baginya. Bagi yang secara mental tidak siap, pujian yang berlebih akan justru menenggelamkannya ke dalam bayang-bayang kesuksesan semu. Karena sesungguhnya, pujian yang kita terima adalah untuk sesuatu hal yang sudah terjadi di waktu yang sudah lewat. Ia tidak mengajarkan sesuatu yang baru untuk kita. Bukankah "past successes do not guarantee future successes"?

Oleh sebab itu, berhentilah menikmati pujian, jika pujian itu justru akan menenggelamkan Anda ke sukses masa lalu. Selain pujian, ada baiknya kita juga menerima (dan memberi) menerima kritik serta saran yang justru akan membangun kita, mendorong kita untuk belajar sesuatu yang baru. Jadi jangan takut menerima kritik. Itu adalah hadiah terbaik untuk perkembangan diri kita, selain pujian sewajarnya yang kita terima.

Selamat pagi dan selamat bekerja n

Zidane(2)

"You can take the man out of the rough neighborhood, but you can not take the rough neighborhood from the man." - Thierry Henry

Sampai hari ini, "sundulan maut" Zidane yang menyebabkan Kapten kesebelasan Prancis itu dikeluarkan dari arena pertandingan final Prancis-Italia , 10 July 2006 lalu, masih menyisakan banyak cerita. Penyesalan banyak datang dari pendukung Prancis karena dengan 10 pemain tanpa Kapten di sisa pertandingan, tentu akan menjadi teror mental tersendiri. Bahkan ketika pertandingan harus diakhiri dengan adu pinalti, Zidane yang juga merupakan tim algojo Prancis tak ikut menendang bola, kekosongan itu dirasakan tim Prancis. Kekalahan pun tak terhindarkan.

Banyak orang menduga bahwa sebelum terjadi "sundulan maut" itu pastilah Materazzi melontarkan kata-kata yang sangat menyinggung Zidane. Masuk di akal karena Italia tentu mempunyai kepentingan untuk melakukan serangan psikologis terhadap para pemain Prancis yang terlihat lebih sering melakukan tekanan ke kubu Italia. Berita yang dirilis beberapa media menyebutkan bahwa SOS-Racism, sebuah lembaga advokasi anti-rasis yang berkedudukan di Prancis telah mengeluarkan pernyataan hari Senin, bahwa "sumber yang bisa dipercaya dari kalangan dunia sepakbola" mengungkapkan bahwa Materazzi memprovokasi Zidane dengan kata-kata "dirty teroris". Menyebabkan Zidane yang keturunan Algeria ini tidak bisa lagi mengontrol emosinya. Statemen ini dibantah oleh Materazzi, tetapi tetap diinvestigasi secara serius oleh FIFA.

Insiden "sundulan maut" menyadarkan kita bahwa Zidane yang selama ini banyak dipuja sebagai superstar --dan diramalkan bakal menutup akhir karirnya dengan membawa tim Prancis merebut Piala Dunia-- adalah manusia biasa yang juga mempunyai banyak kelemahan. Segala keberadaannya tak lepas dari latar belakang kehidupan masa lalunya. Seperti riwayat banyak superstar --sebutlah Mike Tyson-- yang berasal dan dibesarkan dalam lingkungan keras, Zidane dibesarkan daerah keras dan miskin para imigran di Marseille. Zidane adalah potret pria sukses yang tidak bisa keluar (dan menjadi korban) dari mentalitas agresif "kamu atau saya". Dan kalau itu benar, maka seolah ini kembali menegaskan teori-teori psikologis yang diakui selam ini, bahwa bagaimana seorang anak dibesarkan akan sangat berpengaruh pada pembentukan karakter dan perilaku selanjutnya. Kata-kata Thierry Henry, striker Prancis yang saya kutip di atas ada benarnya. Bahwa kita bisa (dengan mudah) memisahkan seseorang dari lingkungan buruknya, tetapi sulit untuk mencabut kembali pengaruh buruk yang sudah merasuk dalam jiwanya. Tugas kita sebagai orangtua untuk memastikan bahwa anak-anak kita (nantinya) tidak terjerumus kepada pengaruh-pengaruh buruk di masa kecilnya.

Selamat pagi dan selamat bekerja n

Zidane(1)

"Anda barangkali tidak punya banyak pilihan untuk memulai sesuatu, tetapi bagaimana Anda menyelesaikannya, sepenuhnya menjadi pilihan Anda."

Partai final sepakbola piala dunia antara Prancis dan Italia yang disiarkan SCTV Senin subuh, 10 July 2006 menyisakan cerita tragis bagi Zinedine Zidane, kapten kesebelasan Prancis yang kabarnya segera mundur dari arena selepas piala dunia ini. Penyesalan yang mendalam barangkali ia rasakan karena justru pertandingan yang ia harapkan menjadi kenangan terakhir yang manis harus berujung kepada pengusirannya dirinya dari lapangan sebelum pertandingan benar-benar selesai. Ia mendapatkan kartu merah setelah gagal mengendalikan emosinya, dengan sengaja "menyundul" dada pemain Italia Materazzi.

Menyaksikan adegan "sundulan maut" di layar kaca, memang tak terduga. Begitu cepat, dan dalam sekejap telah membuat jutaan pasang mata penggemar dan simpatisan di seluruh dunia menyesalkannya. Bahkan Zidane sendiri barangkali tidak menyadari apa yang terjadi. Yang ia rasakan kemudian adalah penyesalan yang mendalam, bahwa kelakuannya itu telah mengakibatkan ia diberi kartu merah, dan mengakhiri karir cemerlangnya dengan cara tidak terhormat, yang tidak ia harapkan sama sekali!

Perjalanan hidup dan karir kita ibarat sebuah buku putih yang dengan bebas kita bisa menuliskan jalinan cerita di dalamnya. Apa yang Anda lakukan sehari-hari, apa yang Anda capai dalam hidup, bagaimana perjalanan karir Anda, akan tertulis secara otomatis dalam buku putih itu! Celakanya, tidak seperti tulisan pensil, Anda tidak bisa menghapus begitu saja apa yang sudah tertulis di dalamnya. Seorang Zidane pun tidak bisa menghapus "cerita" yang sudah "ditulisnya" di buku putih itu begitu saja. Bahkan dengan lautan air mata penyesalan pun, apa yang sudah dilakukannya di pentas final piala dunia itu tidak mungkin akan hilang.

Oleh sebab itu, menjadi sangat penting bagi kita semua untuk selalu berpikir dua-tiga kali untuk hal-hal yang akan kita lakukan. Anda mungkin tidak punya banyak pilihan ketika harus memulai "cerita" dalam "buku putih" Anda. Persis seperti Anda tidak bisa memilih bagaimana dan oleh siapa Anda dilahirkan di dunia ini. Tetapi Anda mempunyai hak dan kontrol penuh bagaimana Anda mengisi hari-hari Anda, bagaimana Anda "menulis" cerita dalam "buku putih" pribadi Anda. Jangan sampai Anda mengakhiri hidup dan karir Anda dengan "ending cerita" yang tragis seperti apa yang dialami Zidane.

Selamat pagi dan selamat bekerja n

Ruwet

"Tidak ada persoalan yang tidak bisa dipecahkan. Keruwetan masalah lebih banyak diakibatkan oleh kerumitan pikiran kita sendiri."

Ada sebuah cerita --barangkali lebih tepat anekdot-- yang singgah ke mailbox saya beberapa tahun lalu. Cerita ini menjadi salah satu cerita kesukaan saya. Tentang bagaimana sekelompok ahli sebuah lembaga internasional terkecoh dengan kerumitan pemikiran mereka sendiri.

Alkisah, dalam rangka program pengiriman pesawat berawak ke antariksa, NASA melakukan berbagai macam persiapan. Salah satu problem yang segera harus dipecahkan adalah alat tulis yang akan digunakan para astronaut di luar angkasa. Ballpoint biasa yang ada sekarang ini tidak akan bisa digunakan dalam kondisi gravitasi nol. Proyek besar untuk menciptakan dilakukan dan NASA bekerja sama dengan Andersen Consulting untuk melakukan riset. Mereka menghabiskan dana sebesar 12 juta dollar untuk menciptakan sebuah pen yang akan bekerja dengan baik dalam kondisi gravitasi nol, dalam kondisi terbalik, bisa tetap menulis dalam air dan tahan terhadap suhu yang ekstrem, baik dalam suhu beku maupun panas 300 derajat celsius!

Akan halnya dengan Rusia yang juga mempunyai program serupa, mereka tidak "seheboh" NASA. Mereka cukup membekali para astronaut mereka dengan pencil! Karena pencil akan tetap berfungsi sebagai alat tulis yang baik dalam berbagai kondisi yang diprediksikan di luar angkasa. Termasuk dalam keadaan gravitasi nol dan suhu yang ekstrem! Betapa murahnya dibandingkan riset seharga 12 juta dollar yang dilakukan NASA!

Kita bisa belajar dari cerita di atas. Pertama, ada kecenderungan manusia modern berpikir terlalu kompleks sehingga melupakan hal-hal sederhana yang sebenarnya bisa dilakukan; kedua, cerita juga di atas menunjukkan bagaimana bahayanya kalau orang terjebak ke pola pikir "problem oriented" bukan "solution oriented". Pola pikir "problem oriented" akan menyeret kita ke dalam permasalahan secara detil dan melupakan fokus kepada bagaimana memecahkan persoalan itu sendiri. Jangan pernah mau terseret dan hanyut ke dalam persoalan, tetapi hadapi persoalan yang ada dengan tetap fokus kepada bagaimana menyelesaikannya.

Selamat pagi dan selamat bekerja n

Bola

"Anda bukan lah sebuah bola dalam sebuah pertandingan sepakbola, yang menggelinding kesana-kemari tanpa tujuan, bergerak hanya jika ditendang, disoraki dan menjadi bulan-bulanan seumur hidup."

Subuh pagi ini saya terbangun oleh suara kehebohan anak perempuan saya. Dia berjingkrak-jingkrak kegirangan setelah Italia berhasil mencetak 2 gol dramatis ke gawang "panser" Jerman hanya di dua menit terakhir perpanjangan waktu.

Sejak kejuaraan dunia sepakbola diselenggarakan, anak perempuan saya yang berusia 7 tahun ini, mendadak menjadi seorang "pengamat cilik" sepakbola. Dia selalu mengikuti ulasan pertandingan baik di televisi maupun di koran dan majalah, termasuk halaman khusus harian Kompas. Hal yang tidak pernah saya lakukan. Saya lebih sering menjadi pendengar yang baik ketika anak saya mulai membuat analisa-analisa kekuatan dan kelemahan tim yang dijagokannya di piala dunia. Ia begitu fasih dan hapal hampir semua nama serta background para pemain.

Saya memang tidak mempunyai minat khusus terhadap jenis olahraga satu ini, meskipun saya juga senang dan sering menonton pertandingan bola piala dunia di televisi. Secara emosional saya tidak larut dalam gegap gempita piala dunia seperti sebagian masyarakat di Bali yang bahkan sampai memasang bendera kesebelasan favorit masing-masing di rumahnya. Atau sengaja nongkrongin pertandingan yang disiarkan dini hari seperti yang dilakukan anak perempuan saya.

Dalam banyak hal, saya malah memikirkan hal lain ketika menonton sebuah pertandingan bola. Misalnya, saya pernah diprotes anak dan isteri saya ketika saya sambil bercanda berkomentar, "Aneh ya, bola bundar kecil begitu kok dikejar-kejar, kayak kurang kerjaan ... Mereka yang pada nonton di stadion, ngapain juga pada rela berjubel dan bayar mahal lagi!" Saya juga pernah berpikir betapa malangnya menjadi "manusia bola" --bukan manusia penggemar sepakbola maksudnya, tetapi seandanya bola itu manusia-- yang ditendang-tendang oleh para pemain. Ia pasti menjadi manusia pasif, tanpa prinsip, rela ditendang kesana-kemari dan bahkan menjadi bulan-bulanan selama hidupnya.

Oleh sebab itu, menjadi penggemar sepakbola sah-sah saja. Tetapi awas, jangan sampai Anda menjadi "manusia bola" yaitu manusia yang tak pernah punyai inisiatif di mana hanya bergerak kalau dilempar dan ditendang. Arah dan tujuannya pun selalu tergantung kemana para pemain yang menendanginya. Menggelinding kesana-kemari, menjadi bulan-bulanan, ditepuki dan disoraki. "Nasib" Anda bukan orang lain yang menentukan, tetapi Anda sendiri. "Control your destiny or somebody else will." kata Jack Welch.

Selamat pagi dan selamat bekerja n

© 2006, Setya Rahadi
http://www.lightbreakfast.com
http://www.lightbreakfast.blogspot.com


Berfungsi

"Semua manusia sama. Yang membedakan adalah pilihan-pilihannya."

KalauAnda melewati rumah-rumah besar di bilangan Pondok Indah, Jakarta Selatan, Anda akan menjumpai rumah-rumah besar yang sehari-hari daun jendela maupun pintunya tertutup rapat. Seperti anak semata wayang saya, Anda pun pasti bertanya-tanya, "Kenapa sih selalu tertutup rapat-rapat?". Jawabannya ada berbagai macam kemungkinan: bisa karena si empunya rumah jarang berada di rumah, atau sengaja ditutup karena ruangan ber-AC, atau barangkali ditutup untuk mencegah debu masuk.

Seandainya saya adalah engsel daun jendela dan pintu-pintu rumah di Pondok Indah itu, maka saya akan sangat sedih karena nyaris saya tidak pernah berfungsi. Bukankah engsel hanya akan berguna kalau daun pintu dan jendela itu dibuka-tutup? Dengan dibiarkannya jendela dan pintu itu tertutup, maka saya akan menjadi pengangguran! Padahal, sewaktu pemilik membangun rumah itu, pastilah engsel pintu dan jendelanya sengaja dipilih yang terbaik dan mahal tentu saja. Saya barangkali akan "cemburu" dengan engsel-engsel di rumah orang "biasa" karena akan lebih sering dibuka dan ditutup. Orang "biasa" tidak pakai AC dan tidak takut debu, sehingga mereka biasa membuka menutup jendela dan pintu.

Dalam banyak hal, kita mungkin "bernasib" sama seperti engsel jendela dan pintu orang kaya di Pondok Indah itu. Kita kadang terpaksa tidak bisa berfungsi sebagaimana seharusnya kita. Entah itu di pekerjaan atau di lingkungan sosial lainnya. Capacity kita tidak termanfaatkan maksimal karena keadaan yang diciptakan oleh "orang kaya" dengan "menutup" jendela dan pintu-nya rapat-rapat.

Tetapi yang membedakan kita dengan engsel-engsel itu adalah bahwa engsel akan tetap dengan keadaannya, sedangkan kita diberi kemampuan untuk memilih. Memillih untuk melakukan sesuatu atau diam. Karena diam pun merupakan sebuah pilihan. Gunakan "hak pilih" kita, kalau tidak ingin nganggur seperti sebuah "engsel jendela" rumah "orang kaya".Selamat pagi dan selamat bekerja n

© 2006, Setya Rahadi

http://www.lightbreakfast.com
http://www.lightbreakfast.blogspot.com

Membaca

"Membaca tidak sekedar melihat. Sahabat yang baik akan lebih banyak 'membaca' hati kita dari pada sekedar 'melihat' keadaan kita."

Seorang anak kecil yang sedang belajar membaca, bertanya kepada ayahnya yang sedang mengemudikan mobil, "Kenapa sih mobil di depan ada tulisan BELAJAR?"
"Oh, itu berarti mobil khusus untuk belajar stir, Nak. Om yang nyopir mobil itu sedang belajar setir mobil."
"Lalu kenapa truk yang di sebelahnya ada tulisan AWAS REM MENDADAK?"
"Maksudnya, itu untuk peringatan mobil di belakanya, bahwa sewaktu-waktu sopirnya bisa menginjak rem dan berhenti mendadak. Supaya tidak tabrakan!"
"Oh, maksudnya supaya kendaraan yang lain hati-hati?"
"Iya nak, benar sekali."
"Kan udah ada lampu rem yang menyala, atau lampu kedip-kedip kalau mau belok?"
"Benar, tetapi pemilik mobil di depan mungkin merasa belum cukup untuk hanya sekedar memberitahu kendaraan dibelakangnya dengan lampu rem atau lampu sein! Mereka memasang tulisan di belakang agar kendaraan lain waspada. Orang perlu membaca dari pada sekedar melihat tanda."

Benar, seperti kata si Ayah di atas. Seperti komunikasi di jalan raya, semua orang sebenarnya dikaruniai kemampuan untuk "melihat" tanda-tanda tetapi jarang yang mampu untuk "membaca" tanda-tanda itu. Ketika orang terdiam, kita hanya melihat dia sedang bad-mood, dan tidak berusaha "membaca" apa yang terjadi dengan dirinya. Ketika orang marah-marah, kita hanya melihat kemarahannya saja, dan tidak pernah "membaca" dengan sungguh-sungguh ada apa di balik kemarahannya. Kita cenderung melihat hanya "lampu rem" dan "lampu sein", tanpa pernah tahu maksud sesungguhnya kenapa mereka menginjak rem atau menyalakan lampu sein.

Menjadi sahabat yang baik tidak hanya "melihat" keadaannya, tetapi juga bisa "membaca" apa yang sedang terjadi di dalam hati, memahaminya serta ikut merasakannya. Kita semua adalah anak kecil di atas yang sesungguhnya sedang belajar "membaca", sedang belajar ber-empathy.

Selamat pagi dan selamat bekerja n

© 2006, Setya Rahadi

http://www.lightbreakfast.com
http://www.lightbreakfast.blogspot.com

Kacamata

"Segala yang kita lihat sehari-hari mempengaruhi pikiran kita; yang kita pikirkan membentuk perilaku kita; perilaku kita akan memjadi kebiasaan; dan kebiasaan kita akan membeberkan siapa kita sebenarnya."

Di sebuah optik terkenal, seorang karyawan pembeli sedang menimang-nimang sebuah frame kacamata merek terkenal. Sorang pria lain --saya duga teman kantornya-- mendampingi.
"Udah, ambil aja! pas jatuhnya di wajah kamu!" kata temannya itu.
"Mahal man!"
"Eh, kan bukan elu yang bayar ini, kan dituker full ama kantor!"
"Iya sih, tapi belon pernah pake fame semahal ini."
"Udah, nggak usah sok."

Pegawai optik yang melayani hanya senyum-senyum mendengar percakaan ini. Selama bertahun-tahun melayani pembeli kacamata bantu, ia sudah hapal betul dengan karakter para pembeli. "Kebanyakan orang kantoran semacam mereka nggak pernah nawar serius. Malah mereka sering sengaja minta kuitansinya ditulis lebih mahal, supaya mereka dapat 'uang ekstra' dari perusahaan." tutur pegawai optik itu setelah mereka berlalu.

Pantas negeri ini menjadi salah satu negara terkorup, pikir saya. Bagaimana tidak, lha wong kacamata yang dipakai sebagai alat bantu penglihatan saja hasil ngemplang, tentu alat bantu penglihatan itu tidak akan menjadi berkat dalam pekerjaan mereka. Malah ia akan menjadi alat bantu penglihatan iblis untuk "melihat" celah-celah per-kemplang-an lebih lanjut. Kita secara tidak langsung akan diarahkan untuk melakukan (kembali) hal-hal yang tidak baik. Bukankah sekali tercebur maka kita akan semakin "basah" karenanya? Demikian pula dengan kejahatan. Sekali Anda berkompromi dengan kejahatan, Anda akan terus diikat oleh kuasa kejahatan itu.

Seperti halnya mata, nurani kita dalam beberapa hal juga memerlukan alat bantu "penglihatan". Kita harus memastikan bahwa "kacamata nurani" yang kita pakai benar-benar "bersih". Apabila "kacamata nurani" yang kita pakai "kotor" maka tentu nurani kita tidak bisa "melihat" dengan baik.

Lalu, di mana kita bisa mendapatkan alat bantu penglihatan yang "bersih" bagi nurani? Ada banyak "optik" yang membagikan "kacamata nurani" itu secara gratis, yaitu tempat-tempat ibadah sesuai dengan keyakinan kita masing-masing. Di sana nurani kita akan disegarkan setiap saat, dan kita akan dilengkapi dengan "kacamata nurani" yang kita perlukan, melalui firman dan perenungan pribadi kita. Silahkan datang dan mendapatkannya.

Selamat pagi dan selamat bekerja g

Character

Character

"Character is doing the right thing when nobody is looking." - J. C. Watts -
Sebuah iklan besar-besaran berbunyi, "Kami peduli! Semangat kepedulian kami membawa keluarga besar ... (nama sebuah perusahaan) ... ke dalam suatu aksi nyata nyata. Hanya dalam waktu 6 bulan 1,200 siswa telah kami santuni, 200 gedung sekolah telah kami rehabilitasi dan .... bla bla bla."

Apa yang akan ditunjukkan oleh sebuah iklan semacam itu? Kepedulian kah? Atau sekedar sebuah 'iklan' yang sebenarnya bahkan tidak peduli?

Terlepas dari sumbangsih perusahaan dalam ikut serta membangun bangsa ini, publikasi yang gegap gempita untuk suatu kontribusi --yang sebenarnya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan keuntungan yang sudah dikeruk-- rasanya kok tidak pas. Bukankah ada nasehat yang mengatakan, "Kalau pun tangan kananmu memberi, hendaklah tangan kirimu tidak melihatnya." Maksudnya perbuatan baik yang Anda lakukan cukup diketahui oleh Yang di Atas, dan tidak perlu diketahui semua orang.

Celakanya, mentalitas show-off seperti itu sudah menjadi hal yang biasa di kalangan professional. Lah, kalau nggak begitu (baca: 'mempublikasikan' atau menginformasikan perbuatan atau hal-hal positif) kita nggak akan pernah dapat kredit atau bahkan dilirik sebelah mata sekalipun oleh orang lain! Nanti dianggap tidak perform Begitu mungkin alasannya.

Tetapi ingat, karakter Anda justru bukan ditentukan seberapa terampil Anda berkata-kata tentang perbuatan baik yang Anda lakukan, atau seberapa besar effort publikasi yang ditempuh, tetapi justru ketika Anda melakukan sesuatu yang tepat ketika tidak ada seorang pun melihatnya. "Character is doing the right thing when nobody is looking." kata J.C. Watts.

Selamat pagi dan selamat bekerja l

Sopir

"Kita tidak pernah mempertanyakan kemana supir bus kota yang kita tumpangi akan membawa bus-nya. Tetapi kita sering mempertanyakan Tuhan, kemana Dia akan membawa hidup kita."

Seorang ayah mengajak puterinya, Asa , 6 tahun, mengendarai mobil menuju ke sebuah museum. Sudah lama Asa menginginkannya. Si Ayah kebetulan hari itu mengambil cuti dan sengaja mengantar anaknya ke tempat yang sudah lama diimpikan Asa itu tanpa didampingi Ibunya

Di perjalanan, tak hentinya Asa bertanya kepada si Ayah.
"Ayah tahu tempatnya?" tanya Asa yang duduk di samping kemudi Ayah.
"Tahu, jangan kuatir ..." jawab Ayah sembari tersenyum.
"Emang Ayah tahu jalan-jalannya?"
"Tahu, jangan juatir ..."
"Benar, tidak kesasar Ayah?"
"Benar, jangan kuatir ..." jawab Ayah tetap dengan sabar.
"Nanti kalau Asa haus, bagaimana?"
"Tenang, nanti Ayah beli air mineral ..."
"Terus kalau lapar?"
"Tenang, Ayah ajak mampir Asa ke restoran ..."
"Emang ayah tahu tempat restorannya?"
"Tahu, sayang ..."
"Emang ayah bawa cukup uang?"
"Cukup, sayang ..."
"Kalau Asa pengin ke kamar kecil?"
"Ayah antar sampai depan pintu toilet wanita ..."
"Emang di musium ada toiletnya?"
"Ada, jangan kuatir ..."
"Ayah bawa tissue juga?"
"Bawa, jangan kuatir ..." kata ayah sembari membelokkan mobilnya masuk jalan tikus, karena macet.
"Kok Ayah belok ke jalan jelek dan sempit begini?"
"Ayah cari jalan yang lebih cepat ... supaya Asa bisa menikmati museum lebih lama nanti ..."
Tidak berapa lama, Asa kemudian tidak bertanya-tanya lagi.
Giliran sang Ayah yang bingung, "Kenapa Asa diam, sayang?"
"Ya, Asa percaya Ayah deh! Ayah pasti tahu, akan antar dan bantu Asa nanti!"

Kita semua seperti Asa si anak kecil ini. Kita bertanya banyak hal mengenai apa yang kita hadapi dan terjadi dalam hidup kita. Terlalu banyak khawatir apa yang akan kita hadapi. Padahal sesungguhnya Tuhan "sedang mengemudi" buat kita semua. Kadang Ia membawa ke "gang sempit" yang barangkali tidak enak, tetapi itu semua untuk menghindari "kemacetan" di jalan yang lain. Kadang Ia memperlambat "kendaraan-Nya", kadang mempercepat. Semuanya ada maksudnya.

Ada baiknya kalau kita menyerahkan hal-hal yang di luar jangkauan kita kepada-Nya. Biarkan Dia berkarya atas hidup Anda, biarkan Dia mengemudikan hidup Anda, sebaliknya fokuskan hidup Anda kepada hal-hal yang Anda bisa kerjakan di depan mata, dengan berkat kemampuan yang Anda sudah miliki.

Selamat pagi dan selamat bekerja n

Kema(mp)uan

"Untuk berhasil mencapai sesuatu, jangan mempersoalkan kemampuan yang Anda miliki, melainkan periksalah seberapa besar kemauan Anda!"

Seorang ayah sedang duduk beristirahat setelah beberapa saat membimbing anak keduanya yang berusia 14 bulan berlatih berjalan. Di sampingnya duduk kakak perempuan si Kecil yang tak kenal lelah menjadi cheers-leader, agar si Kecil bersemangat.
"Adik payah!" katanya.
"Bukan Adik yang payah ... tapi kita."
"Lho!" sang Kakak protes, "Kan Adik yang nggak bisa-bisa!"
"Iya, kita tidak bisa memberikan semangat bukan?"
"Yah, gimana sih! kan Kakak sudah teriak-teriak?"
"Yang dibutuhkan Adik bukan teriak-teriaknya, sayang."
"Terus, gimana dong. Minum?"
"Kakak harus ingat, kemampuan Adik untuk berjalan memang belum terlatih. Yang harus dibangkitkan terus adalah kemauan Adik, semangatnya agar terus belajar dan mencoba jalan selangkah demi selangkah."
"Kalau begitu kakak di ujung sana sambil pegang mainan Adik ya!"
"Good idea! Yuk kita coba lagi."
"Ha ha ha ... go go go!" teriak si Kakak terus menyemangati si Adik sambil mengacung-acungkan mainan sang Adik.

Ada kemauan maka ada jalan, begitu kata orang bijak. Dan itu benar karena sesungguhnya 'kemauan', 'niat' dan 'tekad' adalah modal dasar dari sebuah keberhasilan.

Kemauan dan niat menimbulkan ketekunan, ketekunan menjadikan kita tahan uji, dan apabila kita tahan uji maka dengan demikian kita sudah memiliki mental sebagai seorang pemenang.

Maka mulailah segala sesuatu dengan tekad yang kuat, jangan merasa bahwa kekuatan atau kelebihan atau segala pengetahuan yang Anda miliki akan membuat Anda berhasil dengan sendirinya. Tidak ada sesuatu yang otomatis dalam diri Anda tanpa kemauan yang kuat.

Selamat pagi dan selamat bekerja n

Siapa

"Dalam situasi mendesak, genting atau dalam tekanan yang tinggi, Anda akan tahu siapa Anda sebenarnya."

Kepanikan terjadi di pesawat Cathay Pacific CX0777 penerbangan Hongkong-Jakarta yang dijadwalkan mendarat di Bandara Soekarno-Hatta pukul 13:05 WIB, tanggal 30 April 2006 lalu. Hanya beberapa menit menjelang pendaratan seorang anak laki-laki usia sekitar 6 tahun --yang entah kenapa bisa masuk ke kamar kecil sendirian, terkunci di dalam! Padahal seluruh kru dan penumpang sedang dalam persiapan pendaratan. Penumpang telah diminta menaikkan sandaran kaki, menegakkan tempat duduk, membuka kaca jendela dan mengenakan sabuk pengaman. Dari ketinggian, landasan sudah terlihat dan pesawat perlahan turun mendekati landas pacu.

Anak laki-laki itu terus berteriak dan menggedor pintu, sementara seorang pramugari berusaha sekuat tenaga untuk membuka pintu dari luar. Tidak berhasil. Terlihat ia semakin panik, terlebih si Anak terus berteriak. Ayah dan Ibu anak itu beranjak dari tempat duduk mereka dan bergantian berusaha menenangkan si buah hati. Untuk sementara berhasil. Sebaliknya si Pramugari terlihat tegang meskipun secara professional ia berusaha tetap tenang. Jari-jari kecilnya tidak terlalu kuat untuk bisa mencongkel kunci pintu dari luar. Pramugari yang lain sudah duduk di tempatnya masing-masing untuk pendaratan. Saya berpikir, seandainya anak itu tidak berhasil dikeluarkan dari kamar kecil, sesuai prosedur keselamatan penerbangan yang saya tahu, pastilah pilot akan membatalkan pendaratan.

Tetapi sebelum semua itu terjadi, seorang bergegas pramugara datang dari arah depan. Awak pesawat lain barangkali memanggil bantuan. Dengan sebuah alat kecil, kunci berhasil dibuka. Si anak keluar dan berlari ke arah orangtuanya, si pramugari terlihat lega, meskipun belum bisa tersenyum. Sambil mengencangkan sabuk pengaman, saya lihat si pramugari berkali-kali menarik nafas panjang sambil memenepuk-nepuk dada. Sangat lega barangkali. Bayangkan, seandainya kejadian kecil dalam area tanggungjawabnya itu sampai menyebabkan pendaratan dibatalkan, mungkin ia akan ada proses investigasi kenapa sampai ada anak kecil masuk kamar kecil sendirian menjelang pendaratan. Diam-diam saya pun ikut lega.

Dari peristiwa kecil ini saya mempunyai catatan kecil. Memperhatikan sikap orang-orang di sekitar tempat itu yang tidak berbuat apa-apa (selain menyalahkan orangtua si anak, barangkali), pramugari yang terlihat panik meskipun menjalankan tugasnya secara professional, awak pesawat lain yang menghadapi dilema antara datang membantu dengan prosedur yang harus ditaatinya, serta terlebih lagi orangtua si anak yang juga terlihat pucat. Pada akhirnya saya menyimpulkan, kita semua ini manusia biasa. Atribut, topeng-topeng yang kita kenakan akan rontok dengan sendirinya ketika sebuah peristiwa memaksa. Betapa pun gagahnya mereka ketika masuk pesawat, pada akhirnya kegagahan itu luntur ketika sebuah peristiwa kecil tapi mendebarkan terjadi. Bukankah siapa kita sesungguhnya akan terlihat ketika kita dihadapkan kepada situasi yang megancam? Ketok asline, kata orang Jawa.

Selamat pagi dan selamat bekerja g

(K)urus

"Bahasa dan kata-kata sangat terbatas untuk menjelaskan siapa Anda. Tetapi segala tindak-tanduk Anda 'mengatakan' segalanya."

Mungkinkah nenek moyang kita sudah merasa putus asa dan mati kreatifitasnya ketika harus menciptakan kata-kata dalam Bahasa Indonesia yang mirip pengucapannya tetapi lain arti? Lihatlah kata "alu", "palu", "malu", dan "jalu". Atau kata "ajar", "fajar", "hajar", "jajar", dan "wajar" yang juga menjadi sederetan kata-kata mirip --dibedakan satu huruf-- tetapi berbeda arti. Sama halnya ketika anak saya bingung dengan kata "urus" dan "kurus" dalam PR Bahasa-nya. Bukan lantaran mirip dengan kata "lurus", "jurus", "turus" dan "murus" tetapi kedua kata itu kalau di tambahi awalan "pe" atau "me" akan berbentuk dan berbunyi sama plek, tetapi lain artinya. "Pengurus" berarti "pengelola atau pemegang jabatan dalam organisasi" (dari "pe"+"urus") atau berarti (si) "pembuat kurus" (dari "pe"+"kurus"). Sedangkan "Mengurus" bisa berarti "mengelola" ("me"+"urus") atau "(dalam proses) menjadi kurus" (dari "me"+"kurus").

Entah, barangkali nenek moyang kita hendak menyindir para pengurus organisasi / perusahaan yang selama ini lebih banyak membuat kurus anggota / pekerjanya.

Belum lagi ketika harus menjelaskan arti kata "murus" yang dalam Bahasa Jawa berarti "buang-buang air", karena anak saya menyangka yang dibuang air beneran. Nggak bisa disalahkan juga, karena bagi yang sedang belajar Bahasa Indonesia yang baik dan benar, siapa sangka ternyata "membuang air" dan "buang air" berbeda artinya?

Dalam tata pergaulan tinggi, penggunaan bahasa menjadi sangat penting artinya. Jangan Anda sekali-kali menggunakan bahasa jalanan dalam tata pergaulan tingkat tinggi. Perancis, Inggris dan Jawa adalah komunitas yang dikenal mempunyai bahasa tingkat tinggi. Dalam hubungan diplomasi antar negara pun, para diplomat dituntut untuk menguasa bahasa diplomasi dengan baik.

Namun demikian, betapa pun cakap kita dalam memilih kata dan menggunakan bahasa, kata-kata dalam sebuah bahasa bagaimana pun terbatas. Sebuah bahasa tidak bisa menjelaskan dengan utuh siapa kita. Segala hal yang kita lakukan, semua perbuatan kita adalah bahasa yang paling jelas, yang bisa dengan gamblang menceritakan siapa kita. Oleh sebab itu, Anda tidak perlu mencari kata-kata dan merangkai-rangkaikannya hanya sekedar untuk menjelaskan siapa Anda, karena Anda adalah apa yang Anda lakukan. Bukankah begitu?

Selamat pagi dan selamat bekerja n

Sinyal

"Pesawat handphone --tercanggih sekalipun-- membutuhkan sinyal untuk bisa berfungsi sebagai alat komunikasi. Untuk menjadi pribadi yang efektif, kita pun harus sensitif terhadap sinyal-sinyal komunikasi yang dipancarkan orang lain."

Dalam sebuah seminar di Makassar, seorang mahasiswa UNHAS yang menemani saya menceritakan banyak anekdot mengenai petani cengkeh yang biasanya mendadak kaya sehabis panen. Kebanyakan temanya adalah soal bagaimana mereka membelanjakan uang mereka yang berlebih itu. Ini salah satunya:

Ada seorang petani cengkeh dari pedalaman pergi berbelanja ke kota dengan membawa banyak sekali uang hasil penjualan panenannya. Mereka bermaksud membelanjakan uang yang berlimpah itu. Datanglah mereka ke sebuah gerai handphone terbesar di kota itu. "Saya hendak membeli handphone type yang paling baru dan canggih?" kata petani itu.
"Oh silahkan Pak, apakah Bapak sudah ada SIM card-nya?" sambut pegawai toko dengan ramah.
"Oh perlu SIM juga ya?" tanya petani itu sembil mencabut dompet, mengeluarkan SIM mengemudinya.
"Oh, bukan SIM mengemudi Pak, tapi nomor dari operatornya ... kalau begitu apa sekalian SIM card-nya Pak?"
"Oh ya, kalau begitu sekalian SIM card-nya." jawab petani itu kalem.
"Tapi Pak, maaf, Bapak tinggal di daerah mana?"
"Saya? di Sungai Ujung, Kabupaten Kaki Bukit."
"Wah, di sana nggak ada sinyal Pak."
"Oh ya? kalau begitu tolong dik, dilengkapi dengan sinyal sekalian."

Bagaimana pun canggihnya pesawat telepon yang kita miliki, tidak akan berfungsi dengan baik kalau tidak ada sinyal yang ditangkap. Demikian pula dalam kehidupan sehari-hari kita, sesunggunya banyak sekali sinyal-sinyal komunikasi yang perlu kita tangkap untuk mempertajam keputusan yang hendak kita ambil. Kemampuan untuk secara sensitif menangkap sinyal-sinyal komunikasi itu kemudian mengolahnya secara internal merupakan ciri khas yang hanya dimiliki oleh mereka yang mempunyai kepribadian matang. Sebaliknya, secanggih apa pun penampilan Anda, tetapi nggak pernah nyambung, ya tak lebih dari sebuah handphone canggih yang nggak bisa dipakai nelpon. Tulalit kan?

Selamat pagi dan selamat bekerja n

Paragrap

"Kehidupan kita adalah 'susunan alinea-alinea'. Bagaimana orang lain 'membaca' kita sangat tergantung bagaimana kita meletakkan titik, koma, dan tanda-tanda baca lainnya."

Seorang teman mengirimkan email ke saya sebuah joke berbau issue gender berikut ini. Lelucon itu tentang siapa yang lebih penting di dunia ini, laki-laki atau perempuan. Begini joke-nya: An English professor wrote the words: "A woman without her man is nothing" on the chalkboard and asked his students to punctuate it correctly. All of the males in the class wrote: "A woman, without her man, is nothing." All the females in the class wrote: "A woman: without her, man is nothing."

Hidup ini layaknya susunan kalimat dan paragrap terbuka yang akan dibaca banyak orang. Bagaimana mereka memahami kita, sangat tergantung bagaimana kita menempatkan "tanda-tanda baca"-nya. Dalam menulis email atau sms misalnya, bila Anda menggunakan huruf kapital semua, akan mudah orang menginterpretasikan Anda sedang marah. Demikian juga penggunaan tanda seru (!). Terlebih lagi bila Anda salah dalam memutus kalimat atau salah dalam menggunakan / menempatkan tanda baca seperti dalam joke di atas. Kata-kata yang sama akan memberikan arti berbeda bagi orang yang membacanya.

Sama seperti penulis puisi dan cerpen mempunyai kesempatan sama untuk menggunakan semua kata-kata yang ada dalam kosa kata sebuah bahasa, kita semua juga mempunyai kesempatan yang sama untuk bereaksi atau bertindak. Persamaannya adalah, penulis yang baik sangat cakap memilih dan memainkan kata-kata serta menempatkan tanda-tanda baca, kita yang disebut sebagai pribadi yang dewasa pun harus cerdas dalam menempatkan diri, bereaksi/bertindak, serta berpikir maupun berkata-kata.

Selamat pagi dan selamat bekerja g

Integritas

"Uang bisa menjadi sedemikian liar. Ia hanya bisa dijinakkan dengan ramuan ajaib yang bernama integritas."

Seorang pria berdiri di antrian loket imigrasi di Bandara Soekarno-Hatta. Dilihat dari penampilannya, pastilah ia seorang pengusaha atau professional dengan jabatan tinggi. Mengenakan jas wool gelap tanpa dasi, menenteng tas kulit merk terkenal di tangan kirinya, sementara passport serta dokumen perjalanan lain di tangan kanan. Ia kelihatan gelisah karena saat itu antrian luar biasa penuh. Dua-tiga group rombongan TKI (Tenaga Kerja Indonesia) sedang antri pada saat yang bersamaan. Pria itu gelisah bukan semata-mata karena antrian panjang, tetapi karena ia berdiri di tempat yang menurutnya barangkali di tempat dan waktu yang salah: bersama-sama dengan kerumunan para TKI! Ia merasa menjadi "orang aneh" di antara hingar bingar para TKI. Kikuk dan serba salah. Penampilannya memang kontras di antara para TKI yang menggunakan jaket seragam pembagian perusahaan.

Dari arah belakang seorang petugas imigrasi melewati baris antriannya. Seolah tidak ingin kehilangan kesempatan, pria itu meraih tangan petugas imigrasi serta membisikkan sesuatu. Entah apa yang dibisikkannya, tetapi yang jelas terdengar kata-kata petugas imigrasi itu kemudian, "Tidak bisa Pak! Bapak silahkan tetap antri di sini!". Rupanya ia mencoba "bekerjasama" (dengan mencoba memberikan uang) kepada petugas imigrasi itu agar mendapatkan prioritas antrian.

Mendapatkan reaksi tak terdu ga seperti itu, air muka pria berubah, kelihatan merah padam menahan kecewa dan barangkali malu. Ego-nya tersinggung. Bagi seorang boss yang biasa memerintah orang, ditolak oleh "orang biasa" di depan umum seperti itu akan sangat memalukan.

Saya lalu teringat akan sebuah kata-kata bijak, bahwa menjadi orang kaya / berkedudukan itu ternyata memang lebih sulit dibandingkan orang kebanyakan. Kasihan, bahkan hanya untuk antri bersama-sama dengan para TKI pun menjadi beban yang sangat berat. Apalagi diabaikan begitu saja oleh orang imigrasi di antara sorotan mata banyak orang! Harga dirinya pastilah terinjak-injak.

Pria itu sadar, uang yang dimilikinya tidak selamanya bisa memberikannya previledge atau keistimewaan. Ada wilayah-wilayah te rtentu dimana uang sama sekali menjadi tidak ada harganya. Yaitu ketika uang bertemu dengan sebuah "makhluk halus" yang bernama integritas. Hari itu ia membuktikannya.

Selamat pagi, selamat bekerja n

Sendirian

"Tidak ada sesuatu di dunia ini yang bisa kita lakukan sendirian. Bahkan untuk urusan paling pribadi --buang air-- pun Anda membutuhkan bantuan. Langsung maupun tidak."

Alkisah, di sebuah kota terdapat warung makan yang terkenal dengan kelezatan makanannya. Bau masakan yang harum menyebar di sekitar warung, menyebabkan orang yang lewat sekitar warung makan itu tergerak untuk mampir. Namun demikian, pemilik warung makan itu dikenal sangat perhitungan. Jangankan mendapatkan air teh gratis, air putih pun harus bayar.

Suatu ketika, datanglah anak muda dan memesan satu piring nasi putih. "Hanya nasi putih? Tidak kah kau ingin mencicipi masakanku yang terkenal lezat?" tanya pemilik warung.
"Tidak, terimakasih. Engkau memang juru masak hebat, sehingga aku tidak perlu memesan lauk pauk, karena bau masakanmu cukup membuat nasi putih ini terasa lezat." kata anak muda itu.
"Jadi engkau hanya makan nasi putih dengan lauk bau masakanku?!" tanya pemilik warung makan itu tidak senang. "Kalau begitu, untuk bau yang engkau hirup, engkau harus membayar seperempat harga masakanku!"
"Ha?!" anak muda itu sejenak terbelalak kaget, tetapi ia segera menyadari bahwa seperti kata banyak orang, pemilik warung itu memang serakah. Dengan tenang ia kemudian berkata, "Baiklah, nanti akan aku bayar."

Pemilik warung tersenyum puas. "Hebat juga masakanku ... bahkan baunya pun bisa aku jual!" kata si pemilik warung dalam hati.

Ketika selesai memakan nasi putih, anak muda itu menghampiri si pemilik warung dan membayar seharga satu piring nasi. Pemilik warung tidak senang, "He anak muda, seperti aku telah katakan, engkau harus membayar lagi seperempat harga masakanku untuk bau yang telah engkau nikmati!"
"Baiklah," kata si anak muda sambil merogoh kantong dan mengambil beberapa keping rupiah serta kemudian menjatuhkannya ke atas meja, cring, cring, cring!, "Nah, karena aku hanya menikmati bau-bauan masakanmu, maka aku membayarnya dengan suara kepingan logam ini. Kamu sudah mendengarnya bukan? Lunas sudah!" katanya sambil memungut kembali kepingan logam itu dan ngeloyor pergi.

Pemilik warung makan pun terdiam tidak bisa berbuat apa-apa.

Adakalanya kita bertingkah seperti pemilik warung, dalam dongeng favorit masa kecil saya itu. Tidak rela orang lain ikut menikmati atau merasakan kesenangan dari apa yang kita lakukan atau sesuatu yang kita klaim sebagai bagian dari diri kita. Seolah-olah semuanya milik kita dan orang lain tidak berhak untuk menikmatinya. Bahkan untuk sesuatu yang tidak langsung kita lakukan sekali pun, seperti cerita bau masakan di atas. Apalagi untuk hal yang jelas-jelas merupakan hasil kerja keras kita, kemudian orang lain tanpa ikut bekerja menikmati hasilnya! Orang seperti ini masuk kategori orang yang "susah melihat orang lain senang dan senang melihat orang lain susah".

Padahal jelas, keberadaan kita di dunia ini ada maksudnya. Bukan semata-mata untuk diri sendiri, tetapi justru kita diciptakan untuk menjadi bagian dari umat di bumi yang seperti rangkaian elektronik, terkoneksi satu sama lain. Tidak ada satu pun di dunia ini yang Anda sungguh-sungguh bisa lakukan sendirian. Bahkan untuk urusan pribadi buang air kecil pun, Anda butuh tissue, air, tempat yang secara langsung maupun tidak, keterlibatan (baca: bantuan) orang lain (sudah) Anda rasakan.

Selamat pagi dan selamat bekerja n

Sensitivity

"Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya."

Sebuah keluarga dari suku Mescarlero Apache Indian telah menggugat produser mini seri TV Into the West yang disutradari Steven Spielberg. Persoalannya? Salah seorang pemain cilik, Christina Ponce (8), bocah perempuan keturunan Indian yang dalam film itu memerankan bocah laki-laki (karena kelangkaan karakter bocah laki-laki Indian), dicukur rambutnya tanpa persetujuan orangtuanya. Sebegitu amat? Ya, karena sesuai dengan kebudayaan suku Apache, memotong rambut seorang anak anak gadis pertama kalinya adalah sakral dan harus disertai dengan sebuah upacara ritual yang disebut Coming of Age, semacam upacara memasuki masa akil balik. Melalui pengadilan di Distrik Albuquerque, orangtua Christina menuntut produser film itu sejumlah USD 250,000 untuk tekanan emosi yang dialaminya serta USD 75,000 untuk "kerusakan" rambut anaknya.

Hal ini tidak akan terjadi kalau para kru film Into the West, mempunyai culture-sensitivity, yaitu kesadaran penuh dan rasa hormat akan latar belakang budaya dan kebiasaan yang berbeda-beda. Kasus rambut Christina ini adalah salah satu contoh terbaik issue cross-culture yang mengemuka.

Ada banyak kasus mirip dialami oleh para professional yang bekerja di multinational company. Seringkali kerjasama terhambat karena persoalan pemahaman culture antar anggota tim dan bahkan dengan atasan tidak baik. Atau tidak usah terlalu jauh, apabila Anda telah menikah dan suami atau isteri Anda berlatar belakang suku dan budaya yang berbeda, maka permasalahan --sekecil apa pun itu pasti terjadi.

Untuk menjadi manusia yang efektif kita harus bisa memahami (karakteristik personal dan latar belakang budaya) orang lain dan memperlakukannya seperti mereka ingin diperlakukan. Bukan memperlakukan orang lain seperti kita ingin diperlakukan. "Do as they would be done by" and not "Do as you would be done by." Sebab yang pertama meletakkan orang lain sebagai fokus sedangkan yang kedua fokusnya kepada diri sendiri.

Selamat pagi dan selamat bekerja g

Purifier

"Seperti air terkontaminasi membutuhkan water purifier, jiwa kita yang teracuni pun membutuhkannya."

Suatu ketika saya sedang menunggu SMS konfirmasi dari seorang kawan. Tiba-tiba sebuah SMS nongol di PDA saya, bunyinya kurang lebih begini: "Kesempatan emas mendapatkan produk water purifier. Hasil lebih bagus dan murah daripada air mineral produksi pabrik. Cicilan 660 ribu selama 6 bulan tanpa bunga ... Bla bla bla." Membaca ini saya mesem kecut, karena ternyata SMS bukan dari teman saya, melainkan dari "pedagang kaki lima elektronik" --saya menyebutnya demikian, yang jualan dagangannya melalui SMS.

Meskipun saya tidak tertarik betul dengan produk yang ditawarkan, sambil bengong menunggu, saya kembali mengamati SMS itu. Wah, sebetulnya boleh juga tuh, alat canggih yang bisa membuat air sumur menjadi air siap minum tanpa merebusnya.

Menurut ensiklopedi online Wikipedia yang saya klik kemudian, kata "purifier" --dengan kata kerja "purification" berarti the process of separating a substance of interest from foreign or contaminating elements. Wah.

Saya kemudian berpikir juga, kapan muncul produk sejenis, produk yang bisa secara instant memurnikan mental manusia? Pasti akan laris. Mental manusia sekarang sudah banyak terkontaminasi dengan 'limbah industri' yang berbahaya. Bukan hanya bagi dirinya sendiri, tetapi justru bagi banyak orang. Ada banyak peristiwa yang kita catat, misalnya bagaimana seorang kakek tega menikam cucunya sendiri. Bagaimana orang dengan mudah meledakkan bom di tengah kerumunan massa, semuanya menunjukkan betapa tingkat 'keracunan' mental manusia sudah semakin parah.

Tetapi memang komponen jiwa manusia tidak sesederhana unsur air (H2O). Yang disebut "cuci otak" pun bukan lah membersihkan otak, melainkan justru menanamkan pengaruh lain yang akan mendominasi akal-pikiran kita.

Sebenarnya, yang kita perlukan untuk membersihkan jiwa kita, bukanlah zat kimia atau alat penjernih. Kita sudah memiliki "zat alami" yang disebut "nurani" Kita cukup mengasahnya dengan secara rutin melakukan kontemplasi dan perenungan, sehingga dengan sendirinya, nurani Anda menjadi "water purifier" bagi diri Anda sendiri.

Selamat pagi dan selamat bekerja n

Penggaris

"Ukuran yang kita pakai untuk mengukur akan diukurkan kepada kita juga."

Seorang murid kelas 2 Sekolah Dasar, sebutlah Upik, protes kepada gurunya. Ia merasa telah menjawab pertanyaan ulangan matematika nomor 9 dengan benar, tetapi dianggap salah. Soal itu meminta siswa peserta ulangan untuk mengukur panjang dan lebar buku cetak pelajaran matematika masing-masing. Usut punya usut, penggaris yang digunakan untuk mengukur oleh Upik itu ternyata berbeda dengan apa yang dipakai gurunya. Ia menggunakan penggaris kertas bonus majalah anak-anak, dan Sang Guru menggunakan penggaris plastik yang biasa dijual di toko -toko stationary. Ternyata memang ada beberapa deviasi panjang antara kedua jenis penggaris tersebut.

Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita juga menggunakan "ukuran-ukuran" yang kita miliki untuk menilai orang lain. Kita cenderung melihat orang lain dengan persepsi ('kacamata') yang kita pakai. Seperti Upik dan gurunya yang mengukur benda yang sama dengan ukuran jenis penggaris yang berbeda, kita pun sering melakukannya dalam melihat dan kemudian menilai orang lain.

Jelas ukuran yang berbeda akan menghasilkan informasi yang berbeda pula. Oleh sebab itu, hati-hati dalam menilai orang. Terlebih apabila kita mempunyai 'penggaris' yang berbeda dengan yang umumnya dipakai sebagai standard. Bisa jadi penilaian Anda berdasarkan 'ukuran' yang Anda paka akan menjadi bumerang. Bukankah ada kata-kata bijak yang mengatakan bahwa ukuran yang kita pakai untuk mengukur akan dukurkan kepada kita juga?

Selamat pagi dan selamat bekerja n

Bau

"Serapat-rapat kita menyimpan bangkai, pada akhirnya bau busuknya akan tercium juga." - Pepatah Lama

Begitu pepatah yang kita kenal. Tetapi tahukah Anda, bahwa kepolisian China --seperti diberitakan Kantor berita China Xinhua dan dikutip Kompas, 18 Maret 2006 lalu-- justru telah mengkoleksi 500 jenis bau badan yang disimpan di sebuah lembaga di kota Nanjing. Sampel bau itu akan digunakan sebagai pembanding dari sampel bau-bauan yang diambil dari tempat kejadian perkara. Setiap jenis bau disimpan dalam sebongkah es yang terus dipertahankan suhunya berkisar 18 derajad Celcius. "Dengan cara ini, sampel bau bisa tetap terjaga kesegarannya setidaknya sampai tiga tahun," kata Song Zhenhua, pengelola data bau badan yang langka it u.

Menarik juga. Tidak jelas, apakah 500 jenis bau itu termasuk bau badan para koruptor. Kalau ya dan itu diterapkan di Indonesia, saya rasa koruptor di negeri ini akan tunggang langgang bila ketemu anjing pelacak!

Secara fisik, manusia akan mengeluarkan aroma 'khas' paling tidak dalam empat kondisi. Pertama, lupa gosok gigi atau membersihkan badan. Kedua, barusan mengkonsumsi makanan atau minuman tertentu, misalnya petai, durian dan minuman alkohol. Ketiga, dalam kondisi sakit (kronis). Dan keempat, sedang mengeluarkan 'gas alam' ... Berbagai macam usaha dilakukan orang untuk mengusir bau fisik ini. Mulai dari gosok gigi, minum air banyak sampai memakai obat anti bau badan.

Akan halnya, sikap-mental dan perilaku kita yang 'basi' punya potensi besar menjadikan kita 'manusia bau'. Sikap-mental 'basi' itu merupakan perilaku ndablek yang tidak mau berubah memperbaiki diri, meskipun berbagai kesempatan diberikan. Celakanya sikap-mental 'basi' seperti ini ditutup rapat dengan penampilan-penampilan yang mengecoh. Bukankah pengemplang dan koruptor di negeri ini menutupi keboborkannya secara lihai? Bahkan pejabat negara pun bisa dibuatnya terkecoh!

Kutipan peribahasa hari ini mengingatkan kita bahwa serapat apa pun kita menutup sikap-mental 'basi' kita, lama-lama bau busuk kita akan tercium juga. Anda akan menjadi 'manusia bau', manusia busuk yang dijauhi sesama dan pantas dibuang.

Ingat, bau badan mudah dihilangkan dengan bantuan pembersih badan dan obat anti bau badan. Tetapi once Anda mendapatkan predikat manusia busuk, Anda perlu waktu lama untuk memulihkannya kembali.

Selamat pagi dan selamat bekerja g

Perempuan

"Mengasihi lebih baik dari pada (sekedar) mengasihani."

Simak baik-baik permainan matematika kurang ajar yang saya temukan di jaringan maya ini. Bagi perempuan barangkali sangat provokatif dan menyakitkan! Simaklah: "Untuk menggaet Perempuan, kita membutuhkan Waktu dan Uang. Dalam persamaan matematika, kita bisa tulis: Perempuan = Waktu x Uang. Di sisi lain, kita mengenal pepatah "Waktu adalah Uang", sehigga bila diaplikasikan ke rumus di atas (kata Waktu diganti dengan kata Uang) maka persamaannya menjadi: Perempuan = Uang x Uang, alias Perempuan = (Uang) pangkat 2. Kita juga mengenal pepatah lama yang mengatakan bahwa "Akar masalah adalah cinta uang". Sehingga karena Uang = akar (Masalah), maka rumusnya menjadi Perempuan = akar dari ((Masalah) pangkat 2) dan disederhanakan (sesuai prinsip matematika akar dan pangkat 2 saling meniadakan) menjadi Perempuan = Masalah." Alamak!

Dalam realita berdasarkan berbagai situasi sosial budaya yang menyertainya, nasib perempuan di dunia ini memang tidak seberuntung dan sejelas kaum lelaki. Celakanya dalam banyak kasus laki-laki lah yang sengaja membuat ketidak beruntungan dan ketidakjelasan itu. Saya percaya yang bikin joke di atas juga oknum berkelamin laki-laki.

Tadi malam bersama isteri, saya nonton DVD yang diilhami oleh kisah nyata berjudul North Country. Film ini menggambarkan perjuangan hukum seorang single parent --ibu dari dua anak-- yang bekerja sebagai buruh, melawan perusahaan pertambangan besar tempat ia bekerja. Sebagai buruh di perusahaan yang didominasi kaum laki-laki, perlakuan tidak senonoh, pelecehan seksual, pe rlakuan diskriminatif oleh buruh laki-laki atau bahkan atasan menjadi makanan sehari-hari. Kepedihannya memuncak ketika ia mengadukan pelecehan yang diterimanya ke manajemen, bukan tanggapan positif yang ia terima, tetapi justru berakhir dengan pemecatan. Melalui upaya class action, ia menuntut perusahaan itu dan pada akhirnya ia menang di pengadilan. Kisah ini menjadi cikal bakal perjuangan melawan sexual-harrasment yang selama ini semakin giat dikampanyekan.

Namun demikian, perjuangan kaum perempuan untuk mendapatkan hak-haknya terasa masih begitu berat. Ingat kasus TKW yang diperkosa, diperas, disiksa bukan hanya oleh majikan mereka di luar negeri, tetapi justru oleh laki-laki bangsa sendiri! Di airport lagi. Juga kasus Perda No. 8/2005 Pemda Tangerang tentang Pelacuran yang dalam pelaksanaannya menimbulkan persoalan. Betapa tidak, siapa pun yang (malangnya) dicurigai dan berjenis kelamin perempuan, bisa kena garuk dan ditahan atas nama moralitas! Jangan lupa pula RUU anti pornografi dan pornoaksi yang (lagi-lagi) menyoal aurat kaum perempuan. Bahkan di Jepang, rancangan undang-undang yang mengijinkan kaisar perempuan pun di protes keras!

Lalu, haruskah kita mengasihani kaum perempuan? (Sebaiknya) tidak! --dengan segala harapan positif. Karena yang kita perlukan adalah mengasihi mereka. Bagaimana pun mereka adalah ibu dari semua jenis kelamin umat manusia di bumi ini. Mendudukkan mereka pada posisi yang seharusnya, sebagai pelaku kehidupan --bukan sebagai obyek-- adalah salah satu bentuk "mengasihi" yang saya maksud. Karena "mengasihani" berarti semata-mata mendudukan mereka sebagai obyek yang berada "di bawah" laki-laki. Mengasihinya berarti melihat setara dan menghargainya sepenuh hidup manusia.

Selamat pagi dan selamat bekerja g

Cukup (1)

"Anda tidak akan pernah merasa cukup sampai Anda mengatakannya sendiri."

Bangsa Indonesia pernah dijajah Belanda selama 3.5 abad dan kemudian disusul Jepang selama 3.5 tahun. Masa penjajahan yang sangat lama, mengingat usia manusia Indonesia rata-rata hanyalah 65 tahun, yang berarti dengan matematika sederhana ada kurang lebih 5 generasi nenek moyang kita menderita karena penjajahan itu.

Penjajahan paling lama yang kita alami saat ini adalah penjajahan yang terjadi di dalam diri kita sendiri. Bukan oleh Belanda, Jepang atau Amerika, melainkan oleh sebuah "bangsa" yang disebut "keinginan". Perjuangan untuk menuju kemerdekaan atas penjajahan "keinginan" itu sepertinya tak pernah usai. Pasukan gerilya "suara hati" atau "nurani" seolah tak pernah mencapai kemenangannya, dan "keinginan-keinginan" tetap menguasai serta mengontrol hidup kita !

Untuk berhasil menang dalam perang melawan "keinginan-keinginan", rupanya tidak bisa dengan jalan kekerasan. Tidak cukup hanya menggunting kartu kredit, memaksa diri untuk tidak bekunjung ke mall atau hypermarket, stop nonton televisi dan baca iklan, atau menghindari sesuatu yang bisa membangkitkan "keinginan". Tidak. Anda hanya memerlukan satu kata: "cukup"; dan mengatakannya kepada jiwa Anda setiap kali: "Cukup ...".

Tanpa rasa "kecukupan" dan membiarkan "keinginan-keinginan" terus menguasai hidup, Anda akan menjadi manusia yang sangat lelah.

Selamat pagi dan selamat bekerja g

Masalah

"Setiap orang mempunyai masalah. Tetapi masalah terbesar manusia adalah kebiasaan memelihara masalah itu tetap sebagai masalah."

Sebuah kertas berukuran kartu nama dan berhiaskan dua buah daun berwarna coklat muda dan krem dibagikan kepada para pelayat yang hadir. Di sana tertulis: "I found that I'm dying in the young age, ada perasasaan sedih, tetapi tetep berdoa; kalau God's will to make me stay alive so be it & kalo Tuhan mau Dewi kembali ke sisi-Nya, maka itu juga akan menjadi kebahagiaan karena bisa bertemu dengan-Nya muka dengan muka." Kutipan itu diakhiri dengan kata-kata "Dewi, 17 Des 03".

Ratusan pelayat yang hadir dalam upacara doa abu jenazah Dewi di Kampus Universitas Atma Jaya, Jakarta Selasa 8 July 2004, merasa terharu sekali membaca kutipan yang dipersiapkan teman-teman baik Dewi itu. Itu adalah kutipan surat Dewi kepada teman-temannya ketika kesehatannya mulai memburuk akibat kanker darah yang dideritanya sejak lama. Yang membuat rekan-rekannya semakin kehilangan adalah, sebelum menjalani perawatan di Singapore, dalam kesehariannya Dewi tetap menunjukkan sikap yang positif dan penuh semangat. Senyum ramah yang senantiasa menghiasi bibirnya tidak pernah dilupakan teman-teman kuliahnya. Vonis kematian yang bagi kebanyakan orang akan menjadi masalah besar tidak sedikit pun mengganggu kegiatannya sehari-hari. Luar biasa.

Dalam menghadapi sebuah masalah, manusia mempunyai sikap beragam. Pertama adalah jenis manusia yang cepat sekali down, keder apabila dihadapkan kepada satu masalah. For them, a problem --whatever it is-- is a disaster. Sebisa mungkin masalah dihindari. Jenis yang lain adalah manusia yang sebenarnya mengerti ada masalah, tetapi mereka keep a distance. Membiarkan masalah itu, menganggap seolah-olah tidak ada atau berharap atau percaya bahwa masalah itu akan berlalu begitu saja. Jenis yang terakhir adalah jenis manusia yang percaya bahwa masalah itu harus dihadapi dan diselesaikan.

Apa pun sikap Anda terhadap segala masalah yang Anda hadapi hari ini, saya mengingatkan bahwa bagaimana pun, masalah adalah realita yang harus dihadapi. Semakin Anda menghindar atau mendiamkan sebuah masalah, seperti bola salju yang makin besar menggelinding ke bawah, ia akan menjadi bom waktu yang sangat dahsyat.

Selamat pagi dan selamat bekerja n

Ke-butuh(ingin)-an

"Kebutuhan manusia ada batasnya, tetapi keinginan tidak."

Ini kisah nyata, terjadi di tahun 2000-an. Seorang karyawan datang ke meja Manajer HRD. Ia bermaksud meminjam uang perusahaan. Alasannya, orangtuanya akan menjalani operasi kandung kemih beberapa minggu mendatang. Si Manajer HRD agak curiga karena dalam beberapa hari ini, setidaknya sudah ada 3 bank penerbit kartu kredit menanyakan soal keberadaan karyawan itu, berkaitan dengan tunggakan tagihan kartu kredit yang sudah beberapa bulan tidak terbayar.

Usut punya usut, ternyata si karyawan ini telah terlilit pinjaman kartu kredit. Tidak tanggung-tanggung, lima kartu kredit (heran juga, bisa sampai punya lima kartu kredit) yang dimiliki, semuanya mempunyai sisa tagihan yang sudah jatuh tempo di atas 5 juta rupiah. "Saya keenakan Pak!" katanya menyesal. "Belanja barang-barang yang sebenarnya tidak benar-benar saya butuhkan ... Saya tidak bisa mengontrol keinginan saya, Pak !"

Bicara soal kebutuhan dan keinginan, saya dan isteri pernah marah besar kepada anak kami yang baru kelas 2 Sekolah Dasar. Karena tidak sempat membawa bekal, kami memberikan sejumlah uang untuk membeli makan siang di kantin. Apa yang terjadi, uang tersebut malah dibelanjakan stiker dan permen! Alhasil sampai pulang sekolah, ia tidak makan siang. Kami tentu marah besar. Ia kami angap belum bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan, maka jadilah malam itu kami bicara panjang lebar mengenai pentingnya membedakan keduanya.

Beberapa orang sulit membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Padahal sederhana saja. Soal makanan misalnya, karbohidrat merupakan kebutuhan tubuh kita. Soal dari mana karbohidrat itu akan diperoleh apakah dengan makan jagung bakar, jagung rebus, nasi goreng, nasi liwet, kentang atau singkong dengan segala bumbu dan variasi masakannya, tergantung keinginan dan selera kita. Nah kalau sudah bicara soal selera dan keinginan, tentu banyak konsekuensinya. Anda harus siap mengeluarkan uang lebih banyak bila makan singkong di restoran dibandingkan membeli dari pedagang kaki lima.

Jadi ada baiknya kalau kita senantiasa fokus kepada kebutuhan, bukan keinginan-keinginan kita. Kebutuhan itu adalah animal instink yang universal dan basic, sedangkan keinginan itu adalah khas milik manusia individual yang variasinya hanya dibatasi oleh keadaan ketika manusia sudah kehilangan keunggulannya sebagai manusia.

Selamat pagi dan selamat bekerja g

Takut

"Jangan takut untuk merasa takut. Perasaan takut kita justru bisa menjadi sahabat kita yang baik."

Suatu ketika, dalam sebuah acara kantor, kami mengundang Aa Gym. Sambil menunggu giliran beliau berbicara, kami bersantap malam bersama. Sudah bisa diduga, komunikasi jadi tidak imbang. Kami banyak "menginterogasi" beliau, dan beliau menjawab satu per satu pertanyaan kami dengan sabar dan penuh semangat. Pertanyaan kami beragam, mulai dari soal bagaimana mengelola jadwalnya yang padat sampai dengan bagaimana memelihara stamina tubuh.

Salah satu pertanyaan yang kami ajukan adalah, bagaimana Aa menggali ide bahan ceramah, menghayatinya, serta menyampaikannya dengan logika yang sangat baik tetapi tetap dengan bahasa yang sederhana. Salah satu trik, menurutnya adalah dengan mengalaminya sendiri. "Kalau saya mau bicara soal perasaaan takut, misalnya, maka saya harus tahu bagaimana sih rasanya takut itu ..." katanya. "Pada saat ceramah, gagasan akan mengalir begitu saja." demikian kira-kira penjelasan Aa.

Semua orang, berapa pun usianya, pasti memiliki rasa takut. Bahkan orang yang mengaku pemberani pun pasti mempunyai perasaan takut ini. Tetapi celakanya memang ada semacam "nota kesepahaman" manusia di dunia ini bahwa manusia penakut akan dianggap rendah dibandingkan dengan mereka yang disebut pemberani. Bukankah para pemberani di acara TV Fear Factor, bisa mendapatkan (baca: dihargai) 1 juta dollar untuk aksi-aksi berani mereka? Tetapi, sekali lagi jangan pernah merasa aneh jika Anda mempunyai perasaan takut.

Perasaan takut adalah manusiawi, dan justru perasaan takut kita bisa menjadi sahabat yang paling baik. Ia akan memberikan alert, memberikan peringatan akan satu hal dan kemudian mengarahkan kepada tindakan-tindakan apa yang harus kita tempuh. Dan semua itu berlangsung sedemikian cepat sehingga kita bahkan tidak menyadari bahwa kita justru sedang "dibimbing" oleh perasaan takut kita. Seorang rekan wanita merasa takut untuk menyetir kendaraan melewati perempatan Cempaka Putih karena banyak kasus perampasan terjadi di sana. Perasaan takutnya ini secara tidak disadari selalu mengarahkan dirinya mencari jalur alternatif yang lebih aman. Seorang eksekutif sangat takut gagal. Dan itu membuatnya ia sangat "alert" dengan faktor-faktor penyebab kegagalan, sehingga dalam proses pengambilan keputusan, sejauh mungkin ia menghindarkan diri untuk kompromi dengan faktor-faktor yang bisa menyebabkan kegagalan. Sebaliknya ia mengarahkan dirinya kepada aspek lain yang lebih mengarah kepada keberhasilan.

Jadi jangan takut untuk merasa takut. Yang Anda perlu takutkan adalah apabila Anda mulai ketakutan, karena ketakutan berbeda dengan perasaan takut. Secara psikis, seseorang dalam keadaan ketakutan dikategorikan tidak sehat, sedangkan sekedar merasa takut adalah wajar. Aa Gym justru menciptakan rasa takut untuk merasakan dan menghayati rasa takut itu, tetapi tidak menjadi ketakutan. Jadi sesungguhnya rasa takut kita adalah sahabat terbaik yang kita miliki.

Selamat pagi dan selamat bekerja g

Tulisan terbaru lightbreakfast juga bisa Anda dapatkan melalui layanan email langsung dengan cara subscribe melalui panel Google Group yang tersedia di bagian bawah halaman ini.
© 2006, 2007 Setya Rahadi. Lightbreakfast, adalah catatan perenungan pribadi dengan pesan-pesan singkat, universal dan konstruktif untuk teman minum kopi di pagi hari. Layaknya fast-food, silahkan menyantapnya di tempat atau mengunduh - take away isi blog ini sesuka Anda. Cantumkan sumber apabila Anda mengutip dan mengirimkan ke pihak lain. Kisah-kisah yang dituliskan dalam lighbreakfast diilhami oleh penggalan kisah nyata sehari-hari, dengan penyesuaian seperlunya. Kadang nama tempat atau nama orang ditulis apa adanya, tetapi dalam banyak hal, untuk kepentingan privacy, nama tempat atau nama orang tidak disebutkan secara gamblang. Nama samaran banyak dipakai demi enaknya cerita. Mohon maaf untuk kesamaan tokoh, tempat dan cerita yang mungkin terjadi.